Bagikan artikel ini :

Live Happily Ever After?

Pengkhotbah 3:5

karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!
- Kidung Agung 8:6b

Dari keempat belas pasang tindakan yang disebutkan Raja Salomo, mungkin “membuang batu” dan “mengumpulkan batu” adalah yang teraneh. Apa maksudnya? Apakah ia sedang menceritakan tentang orang yang akan membangun rumah? Tidak. Jika kita membaca pasangan sesudahnya, yakni “memeluk” dan “menahan diri dari memeluk,” kita akan memahami bahwa ayat ini berbicara mengenai pernikahan, dimana secara spesifik “membuang batu” dan “mengumpulkan batu” berarti melakukan hubungan intim. Karena itu, Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkannya demikian, “waktu untuk bersenggama dan waktu untuk pantang senggama”.

Pada umumnya, mereka yang belum menikah selalu berpikir bahwa pernikahan itu seperti dalam cerita dongeng-dongeng, live happily ever after (hidup bahagia selamanya). Apakah benar demikian? Kenyataannya, ada kalanya cinta mulai pudar, entah karena kekesalan, komunikasi yang tidak baik, kesibukan masing-masing, dan lain sebagainya. Tidak setiap saat sepasang suami istri bisa berada dalam perasaan romantis satu sama lain. Suami kelelahan sehabis pulang kerja, istri sibuk mengurus anak, tidak ada lagi waktu untuk membina cinta. Walhasil, kehidupan mereka berputar-putar soal menafkahi dan merawat anak saja. Anak menjadi fokus, bukan kehadiran satu sama lain.

Sebuah teori membagi sebuah pernikahan menjadi beberapa tahapan, yaitu young love (usia pernikahan 1-2 tahun), realistic love (3-10 tahun), comfortable love (11-25 tahun), renewing love (26-35 tahun), dan transcendent love (36 tahun ke atas). Di tahap young love, sepasang suami istri masih seperti berbulan madu. Sebaliknya, tahap realistic love merupakan masa-masa paling sulit dimana keduanya mulai kehilangan perasaan romantis karena berhadapan dengan realita hidup bersama. Inilah maksudnya ada waktu dimana kita bisa merasakan romantisme, ada waktu dimana cinta menjadi hambar.

Bagaimana ketika cinta mulai dingin? Psikolog Kanada, Jordan Peterson, mengatakan bahwa keduanya harus berkomitmen minimal dalam satu minggu berkencan empat jam,  berbincang-bincang sembilan puluh menit, dan melakukan hubungan intim satu kali. Komitmen berarti tetap mengerjakan sesuatu terlepas dari perasaan atau mood.

Ya, waktu-waktu cinta menjadi hambar tidak bisa terelakkan. Itulah momen Anda, pasangan suami istri, bertanggung jawab membangkitkannya di bawah naungan kasih Kristus.

Refleksi Diri:

  • Di mana tahap pernikahan Anda saat ini? Apa pergumulan yang Anda hadapi bersama pasangan?
  • Apa kiat dan rencana yang dapat Anda lakukan untuk membangkitkan cinta itu kembali?