Bagikan artikel ini :

Post-Power Syndrome

Pengkhotbah 2:20-21

Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka.
- Amsal 17:6

Di renungan kemarin, kita melihat bagaimana Raja Salomo menyesalkan penerusnya yang tidak kompeten. Baiklah, katakanlah Anda tidak mengulangi kesalahan Salomo. Anda mendidik penerus Anda dengan baik sehingga menjadi orang yang berhikmat dan kompeten dalam memimpin apa pun yang Anda percayakan kepadanya. Apakah berarti Anda dapat dengan lega menyerahkan tongkat estafet kepadanya?

Rupanya tidak! Di perikop selanjutnya, Salomo mengatakan betapa mengesalkannya menyerahkan sesuatu yang diperjuangkan dengan susah payah kepada seseorang yang sama sekali tidak berjuang untuk hal tersebut! Ya, penerus Anda mungkin telah dididik, bahkan lebih kompeten daripada Anda. Walhasil, orang-orang mulai memujinya dan melupakan kerja keras Anda selama bertahun-tahun. Mungkin Anda menjadi tidak terima dan mengharapkan penghargaan atas jasa-jasa Anda di masa lampau. Jadi, apa yang Anda lakukan? Anda membayang-bayangi penerus Anda. Anda masih ikut campur dan tidak bisa benar-benar melepaskan tongkat estafet kepemimpinan. Gejala ini disebut post-power syndrome atau sindrom pasca-kekuasaan.

Salomo di ayat emas mengatakan bahwa anak cucu, termasuk penerus, seharusnya menjadi mahkota, kebanggaan bagi mereka yang lebih tua. Kebanggaan dan penghargaan terbesar yang dapat diberikan seorang senior kepada penerusnya adalah dengan menyerahkan kepemimpinan secara penuh dengan rasa percaya. Setelah itu, biarkan pemimpin baru bebas bergerak tanpa dibayang-bayangi Anda. Tentu saja, Anda tetap dapat menjadi penasihat jika ia meminta, tetapi keputusan terakhir tetap di tangannya, bukan lagi di tangan Anda.

Seorang penginjil dan penulis buku bernama Myles Munroe mengatakan, “Kesuksesan kepemimpinan diukur dari kesuksesan penerus Anda” (leadership success is measured by the success of your successor). Lihatlah Tuhan Yesus yang—meski memiliki murid-murid yang hanya nelayan dan orang-orang sederhana, dan itu pun hanya dididik selama 3,5 tahun— memercayakan Amanat Agung kepada mereka. Tidak pernah diceritakan Tuhan Yesus naik-turun surga, bukan? Dari merekalah Injil tersebar sampai ke seluruh dunia.

Memang, saya yang menulis renungan ini masih muda dan tidak cocok menggurui Anda mengenai hal-hal seperti ini. Namun, yang saya yakini adalah penerus Anda, seperti saya, akan makin menghormati Anda kalau Anda percaya kepada mereka.

Refleksi Diri:

  • Apa upaya yang selama ini Anda lakukan untuk mempersiapkan penerus Anda? Bagaimana penilaian Anda tentang dirinya?
  • Jika Anda berada di posisi penerus, apa yang dapat dilakukan untuk menghadapi senior Anda yang post-power syndrome?