Bagikan artikel ini :

Seruan Kesepian Dari Kayu Salib

Matius 27:45-56

Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
- Matius 27:46

Apakah Anda pernah ditinggalkan oleh orang yang Anda kasihi? Bagaimana perasaan Anda? Tentu sangatlah sedih. Bahkan beberapa orang menjadi sangat sedih sehingga tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Mereka hanya bisa menangis dan meratap karena ditinggalkan orang yang sangat dikasihi.

Kesedihan juga dialami Tuhan Yesus Kristus. Kesedihan Yesus tergambar dari apa yang Dia serukan di atas kayu salib, “Eli, Eli, lama sabakhtani?” yang berarti “Allah-Ku, Allah-Ku mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Mengapa Yesus berseru seperti itu? Apa yang sebetulnya Dia rasakan?

Seruan kesedihan Tuhan Yesus terucap karena Dia ditinggalkan oleh Sang Allah Bapa. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi berdosa karena kita (2Kor. 5:21) sehingga Allah Bapa yang kudus tidak dapat lagi bersatu dengan-Nya. Pada saat Yesus dibuat menjadi berdosa, segala dosa manusia ditimpakan kepada-Nya dan Allah meninggalkan-Nya. Yesus saat itu merasa begitu pedih dan pilu hati-Nya. Dia menjerit di dalam duka yang terdalam. Inilah penderitaan yang harus Dia tanggung tatkala dengan rela naik ke atas kayu salib untuk menggantikan manusia, menerima hukuman dosa. Dia kesepian dan kehilangan Sang Bapa karena dosa manusia.

Kita harus menyadari betapa besar pengorbanan Tuhan Yesus bagi kita. Bukan hanya Dia mengorbankan tubuh-Nya untuk disiksa dan disalibkan, tetapi Dia juga harus mengorbankan persekutuan-Nya dengan Sang Allah Bapa. Sebuah kehilangan yang sangat mendalam dan menyedihkan. Yesus dijadikan yang terkutuk karena kita (Gal. 3:13) untuk membenarkan orang-orang berdosa yang percaya kepada-Nya (Rm. 3:25-26).

Pada hari raya Jumat Agung ini, marilah kita selalu mengingat pengorbanan Kristus Yesus yang terlalu besar bagi setiap kita. Jangan sia-siakan pengorbanan-Nya yang besar. Ingatlah selalu kesedihan yang dirasakan-Nya demi menyelamatkan kita. Beryukur atas pengorbanan Yesus karena melalui kematian-Nya relasi kita dengan Allah yang sebelumnya rusak akibat dosa telah dipulihkan. Hendaklah ini jadi pengingat betapa Allah sangat mengasihi kita sehingga Dia rela membiarkan Anak-Nya menanggung penderitaan yang begitu dalam demi membenarkan kita semua.

Refleksi Diri:

  • Bagaimana Anda akan meresponi kesedihan yang dirasakan Tuhan Yesus saat berada di kayu salib?
  • Apakah Anda sudah benar-benar hidup dalam sikap menghargai pengorbanan Yesus yang begitu besar?