Bagikan artikel ini :

Aku Mau Hidup Seribu Tahun Lagi!

Pengkhotbah 6:1-6; 11:7-8

juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang.
- Mazmur 71:18

Baris terakhir puisi Aku dari Chairil Anwar berbunyi, aku mau hidup seribu tahun lagi. Ini adalah suatu ujaran dilematis. Kalau dilalui dengan kebahagiaan, tentu hidup seribu tahun adalah sesuatu yang baik. Namun, bagaimana jika hidup penuh dukacita? Raja Salomo mengatakan bahwa tidak ada gunanya bahkan hidup dua ribu tahun jika tidak ada kesenangan di dalamnya.

Inilah dilema semua manusia. Di satu sisi, kita ingin umur panjang. Di sisi lain, kita takut dengan apa yang mengiringi umur panjang tersebut. Di satu sisi, umur panjang berarti lebih banyak pekerjaan yang bisa kita lakukan untuk Tuhan. Di sisi lain, Tuhan Yesus yang hanya berumur 33,5 tahun saja memiliki kehidupan yang berdampak. Jadi, mana yang lebih baik? (Meskipun bukan tugas kita untuk memilih dan menimbang mana yang lebih baik karena hidup mati tidak berada di dalam tangan manusia, melainkan tangan Tuhan).

Tentu saja, seperti yang kita pelajari kemarin, yang paling bahagia adalah mereka yang sampai tua pun masih bisa menikmati hidup dan melayani Tuhan. Namun, bagaimana dengan mereka yang dilanda berbagai sakit penyakit, sebatang kara karena ditinggalkan orang-orang yang dikasihi, serta merasa tidak berguna dan hanya menyusahkan anak-cucu? Banyak orang-orang tua di Jepang yang bunuh diri karena perasaan tidak berguna ini.

Itulah sebabnya, Salomo mengingatkan mereka yang tua untuk “ingat akan hari-hari yang gelap, karena banyak jumlahnya” (Pkh. 11:8). Lho? Bukankah justru mengingat hari-hari gelap akan membuat seseorang makin kehilangan semangat hidup? Tidak! Justru dengan mengingatnya, seseorang akan ingat bagaimana ia telah melalui semua hari gelap tersebut bersama Tuhan sehingga tidak peduli betapa gelapnya hari yang akan dihadapi, ia akan memiliki pengharapan dalam Tuhan. Ia akan mampu berkata, “Seumur hidupku, Tuhan sudah menjagaku dalam hari-hari gelap yang banyak itu. Dia tidak akan meninggalkanku sekarang.”

Tentu, sangat menyenangkan menghabiskan masa tua dalam kesenangan. Namun, dalam dukacita pun, ingatlah bahwa Tuhan yang selalu menyertai masa muda Anda tidak akan pernah melepaskan tangan Anda.