Bagikan artikel ini :

Hidup Untuk Makan?

Pengkhotbah 6:7-8

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.
- Matius 6:11

Entah berapa banyak video Youtube yang berisi siaran-siaran mukbang. Mukbang adalah ketika seseorang makan di depan kamera dengan jumlah yang kadang tidak manusiawi, misalnya makan sepuluh bungkus mie instan. Tayangan lain yang mirip dengan mukbang adalah seseorang yang mengunjungi berbagai tempat untuk berwisata kuliner, bisa di dalam maupun di luar negeri, menyantap hidangan yang berbeda-beda. Siaran-siaran seperti ini yang kini banyak digemari orang-orang.

Raja Salomo di dalam ayat ini memaparkan sebuah fakta konyol sekaligus memprihatinkan. Pada akhirnya, bagi banyak orang, hidup adalah untuk makan. Jika hidup adalah untuk kesenangan dan makanan yang enak mendatangkan kesenangan maka logis untuk mengatakan bahwa hidup adalah untuk makan. Sayangnya, kata Salomo, nafsu makan seseorang tidak pernah terpuaskan. Kita biasa makan nasi rames. Namun, ketika pendapatan meningkat, demikian pula dengan jenis makanan kita. Steak wagyu menjadi makanan seharihari. Gaya hidup akan terus meningkat, tetapi mau sampai kapan? Sampai makanan di restoran fine-dining yang main course-nya bisa mencapai sembilan macam hidangan? Tidak ada ujungnya! Itulah yang dikeluhkan Salomo.

Kita bukan hidup untuk makan, melainkan makan untuk hidup. Pertama, kita makan untuk bertahan hidup. Kedua, yang juga penting, kita makan untuk merasakan kenikmatan hidup. Kenikmatan hidup inilah yang kadang menjadi pelipur lara ketika kita sedang mengalami stres. Ini saya alami ketika makan rujak cingur di suatu waktu menghadapi banyak
masalah. Entah bagaimana, tiba-tiba muncul pemikiran di kepala saya, entah berapa tahun lalu, Tuhan memberikan hikmat kepada seseorang untuk meramu resep rujak cingur sehingga hari ini aku bisa menikmatinya. Sepiring rujak cingur tidaklah mahal, tetapi menjadi bukti kebaikan Tuhan.

Mungkin itulah sebabnya Tuhan Yesus mengajarkan berdoa untuk “makanan kami yang secukupnya”. Dalam bahasa aslinya, “roti sehari”. Roti adalah makanan pokok yang sederhana. Porsi sehari berarti tidak begitu berlebih, tetapi juga tidak berkekurangan.

Tidak perlu makanan mahal. Tidak perlu banyak jumlahnya. Tidak perlu dengan beragam bahan eksotis atau tampilan estetik. Jika bisa makan makanan favorit Anda, entah sesederhana apa pun makanannya, santapan tersebut adalah cicipan kebaikan Tuhan untuk Anda hari itu.

Refleksi Diri:

  • Berapa pengeluaran Anda untuk makan? Apakah cenderung boros demi makanan mewah? Atau sebaliknya, terlalu irit sampai kekurangan?
  • Apa makanan favorit Anda? Mengapa Anda menyukainya? Apakah Anda ingat untuk bersyukur kepada Tuhan ketika dapat menyantapnya?