Bagikan artikel ini :

Escape The Spectator Mentality (Melarikan Diri dari Mentalitas Penonton)

Yohanes 4:1-26

EKSPRESI PRIBADI

Pernahkah Anda bertanya-tanya dalam diri sendiri saat beribadah, “Apa yang sedang saya lakukan di tempat ini?” “Mungkin saya bernyanyi, tapi untuk apa?” “Kepada siapa saya bernyanyi?” “Orang mungkin berkata saya bernyanyi bagi Tuhan, tapi apakah Tuhan butuh nyanyian saya?” Atau mungkin ada pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul dalam hati maupun pikiran Anda saat beribadah, “apa yang sesungguhnya saya sedang lakukan?” Jawablah pertanyaan tersebut dan bagikan kelompok Anda!

EKSPLORASI FIRMAN

Percakapan antara Tuhan Yesus dengan wanita Samaria ini bukanlah sebuah percakapan yang lazim terjadi dalam konteks zaman itu. Pertama-tama bukanlah sebuah kebiasaan bagi orang Yahudi bercakap-cakap, bahkan meminta sesuatu dari orang Samaria, dikarenakan ada perseteruan antara bangsa Yahudi dan Samaria. Kedua, juga bukanlah sebuah kebiasaan bahwa seorang laki-laki Yahudi bercakap-cakap empat mata dengan wanita yang bukan anggota keluarganya. Dari sini kita mengetahui ada tujuan khusus mengapa Yesus harus mengadakan percakapan ini. Terlebih lagi dalam ayat 4 dikatakan Ia harus melewati daerah Samaria. Frasa “Ia harus …” dalam injil Yohanes selalu erat kaitannya dengan kehendak Bapa yang harus dikerjakan atau digenapkan oleh Yesus. Dari sini kita dapat menyimpulkan percakapan ini terjadi atas kehendak Bapa, dan percakapan ini terjadi hanya untuk satu tujuan yakni menyatakan keselamatan kepada orang-orang Samaria, bukan hanya bangsa Yahudi saja.

Bagian paling menarik dari percakapan ini adalah bagaimana wanita Samaria ini merespons akan pewahyuan ilahi bahwa Yesuslah sang Mesias yang dijanjikan, bahkan Allah sendiri yang telah menjadi manusia. Percakapan yang dimulai dengan ketidaksinkronan antara pemahaman wanita Samaria akan siapa Yesus, menjadi jelas dan celik setelah Yesus menyingkapkan kehidupan kelam sang wanita yang sudah memiliki lima suami. Wanita ini meresponinya dengan iman-percaya, dan bahkan menjadi pewarta kerajaan Allah bagi kaumnya, sehingga ada banyak orang Samaria menjadi percaya dan beroleh keselamatan. Bahkan seisi kota meminta Yesus untuk tinggal disana dan mengajar selama beberapa hari. Ini respons yang diharapkan Allah atas kita manusia setelah kita menerima pewahyuan ilahi yakni penyataan diri Allah dalam hidup kita. Respons yang tepat akan pewahyuan inilah yang menentukan apakah kita sudah beribadah dengan benar atau selama ini kita hanya menjadi penonton.

Ibadah sejati seharusnya menjadi respon setiap orang percaya. Kita meresponi wahyu ilahi dengan iman dan aksi. Ibadah sejati, sebagaimana kita lihat dalam percakapan wanita Samaria dan Yesus, bukan perkara tempat dimana menyembah (Gerizim atau Yerusalem), ibadah sejati terjadi dalam Roh dan kebenaran yang lahir dari iman sejati yang sungguh merespon anugerah ilahi di dalam pewahyuan Allah atas manusia, yakni dengan beriman dan menjadi pewarta kerajaan Sorga. Ibadah sejati bukan semata apa yang terjadi di luar diri kita, mengikuti liturgi, bernyanyi, duduk, berdiri, membaca alkitab, berdoa, dan mendengar firman. Ibadah sejati berbicara soal respons kita atas penyingkapan diri Allah kepada kita. Apa yang kita lakukan setelah kita tahu siapa Allah dan kehendaknya atas kita? [DK]

APLIKASI KEHIDUPAN

Pendalaman

Apa yang dimaksud dengan ibadah sejati yang menuntut respons terhadap pewahyuan Allah?

Penerapan

Respons seperti apa yang seharusnya Anda lakukan pada saat ibadah?

SALING MENDOAKAN

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.