Anugrah dan Ucapan Syukur
Anugrah adalah satu kata yang sangat penting bagi umat percaya di dalam Kristus. Kekristenan adalah agama anugrah, bukan karena Kekristenan satu-satunya agama yang memiliki konsep anugrah – konsep ini juga terdapat dalam berbagai agama, seperti Islam, Hindu, Budha, dll. – tetapi karena hanya Kekristenan, sesuai dengan Kitab Suci, memiliki anugrah dalam arti sebenar-benarnya. Menurut Kitab Suci, anugrah adalah pemberian Allah kepada makhluk berdosa yang tidak layak sama sekali menerimanya. Dengan kata lain, anugrah adalah murni karya Allah semata kepada manusia berdosa. Anugrah tidak dapat diperoleh (cannot be earned), hanya dapat diterima, dan yang menerimanya pun tidak pernah layak. Dalam arti inilah, Kekristenan adalah satu-satunya agama anugrah.
Anugrah Allah kaya, berlimpah, dan ajaib. Kitab Suci berulang-ulang menekankan poin ini. Allah kaya dengan rahmat dan kasih-Nya yang besar dilimpahkan-Nya kepada kita (Ef. 2:4). Di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan menurut kekayaan kasih karunia-Nya (Ef. 1:7). Pada masa yang akan datang, Allah akan menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang berlimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus (Ef. 2:7). Kitab Suci juga berbicara tentang kekayaan Kristus, karena di dalam Kristus-lah kita memperoleh kekayaan kasih karunia-Nya (Eph. 3:8). Oleh sebab itu, di dalam Kristus kita memperoleh kasih karunia demi kasih karunia (Yoh. 1:16).
Untuk memahami anugrah-Nya yang begitu kaya, kita perlu memperhatikan beberapa hal berikut: karakter Allah, natur manusia, dan ucapan syukur.
Allah yang penuh rahmat dan anugrah
Manusia dan semua ciptaan dapat mengalami anugrah, karena pada dasarnya Allah penuh rahmat dan anugrah. Bahwa Ia adalah Allah yang penuh anugrah diproklamasikan oleh Allah sendiri. Saat Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa, Ia memproklamasikan diri-Nya dan berkata: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel. 34:6). Kalimat ini keluar dari mulut Allah sendiri menyatakan diri-Nya yang penuh rahmat dan anugrah.
Ia adalah Allah yang penuh anugrah. Maka setiap tindakan Allah kepada manusia dan ciptaan lainnya adalah berdasarkan anugrah. Allah adalah bebas dalam setiap aksi-Nya (Ro. 9:18). Ia tidak terikat oleh apapun kecuali diri-Nya sendiri. Allah tidak memiliki kewajiban apapun kepada manusia dan semua ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, setiap tindakan Allah kepada ciptaan, bukan karena keharusan, tetapi karena anugrah semata. Oleh anugrah-Nya, Ia mencipta, memelihara, dan menyelamatkan mereka. Allah tidak harus mencipta. Ia cukup dalam diri-Nya yang adalah Tritunggal. Allah yang Tritunggal tidak memerlukan ciptaan untuk menyatakan jati diri-Nya. Maka ketika Allah mencipta, Ia mencipta, bukan karena harus, tetapi sebagai aksi bebas berdasarkan anugrah-Nya. Sekalipun Allah mengasihi ciptaan-Nya, namun Ia tidak berutang apa pun kepada mereka yang jatuh, karena baik malaikat maupun manusia jatuh ke dalam dosa atas kehendak bebas mereka sendiri. Maka tidak ada kewajiban bagi Allah untuk menyelamatkan mereka. Allah menyelamatkan atau tidak, adalah kehendak bebas-Nya. Jika Allah tidak menyelamatkan malaikat-malaikat yang jatuh, maka itu sah dan adil. Jika Allah menyelamatkan sebagian manusia berdosa, maka itu bukan karena mereka layak diselamatkan, tetapi hanya karena anugrah-Nya semata.
Manusia yang terbatas dan berdosa
Manusia mutlak perlu anugrah Allah, pertama, karena mereka adalah makhluk yang terbatas yang tidak dapat eksis tanpa penopangan ilahi. Jika Allah tidak mencipta, maka manusia tidak memiliki eksistensinya. Jika Allah tidak terus menopang dan memelihara mereka, maka manusia pun tidak dapat mempertahankan eksistensi mereka (Kis. 17:28). Karena manusia adalah makhluk ciptaan terbatas, mereka selalu perlu anugrah Allah. Maka Adam dan Hawa pun sebelum jatuh ke dalam dosa, mereka hidup oleh anugrah Allah. Tuhan Allah menciptakan, memelihara, dan menyediakan kebutuhan mereka di taman Eden (Kej. 2:8-25). Suatu saat ketika orang-orang percaya hidup bahagia dalam langit dan bumi yang baru, mereka pun tetap tergantung kepada anugrah Allah (Why 21:1-8). Dengan demikian, manusia sebagai ciptaan tidak dapat eksis tanpa anugrah Allah.
Kedua, manusia terlebih lagi perlu anugrah Allah, karena mereka adalah makhluk yang berdosa yang tidak dapat menyelamatkan diri sendiri dari kebinasaan. Semua manusia telah berdosa (Ro. 3:23) dan dosa membawa kebinasaan bagi mereka (Ro. 6:23). Kabar terburuk adalah manusia tidak dapat melepaskan diri dari kungkungan dan akibat dosa (Ro. 3:10-19; Kol. 2:13). Tidak ada perbuatan baik dan ritual agama apapun yang mampu menghapuskan dosa-dosa manusia. Untuk mengaminkan kebenaran ini, kita perlu kembali kepada natur dosa.
Dosa bukan kekeliruan yang dapat dikoreksi. Dosa bukan seperti seorang anak berbuat salah dalam berhitung, dan kesalahannya dapat diperbaiki. Dosa bukan ketidaktahuan yang dapat dihilangkan dengan pencerahan akal budi. Dosa tidak mengenal jenjang pendidikan, maka baik yang berpendidikan tinggi, sedang, rendah, maupun tidak berpendidikan sama sekali, semuanya berdosa. Dosa juga bukan keterbatasan secara fisik ataupun mental, yang dapat diatasi saat manusia memiliki jiwa raga yang kuat dan sehat. Maka baik orang yang sehat ataupun sakit – jiwa maupun raga – adalah makhluk yang berdosa. Dosa adalah kejahatan moral dan rohani (sin is a spiritual and moral evil). Dengan dosa, manusia menyakiti sesamanya dan terutama Allah-nya (Mzm. 51:6). Dosa adalah pemberontakan yang mendatangkan murka Allah (Ro. 1:18).
Maka satu-satunya solusi dosa adalah keadilan harus ditegakkan, murka Allah dipadamkan, dan baru setelah itu pengampunan dapat diberikan. Kitab Suci menegaskan: “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibr. 9:22). Keadilan harus ditegakkan dan seseorang harus menampung hukuman dosa, baru sesudah itu pengampunan dapat diulurkan kepada manusia berdosa. Pengampunan adalah anugrah semata, karena manusia berdosa tidak pernah layak menerimanya (Ro. 3:24; Ef. 2:8-9). Inilah anugrah sejati yang diajarkan oleh Kitab Suci. Anugrah yang tidak murahan, sebaliknya sangat mahal karena didapatkan oleh penumpahan darah Yesus Kristus Putra Allah (1Pet. 1:18-19). Anugrah yang sesungguhnya ini tidak terdapat dalam agama-agama lain, dan hanya ada di dalam iman Kristen.
Ucapan Syukur
Hidup kita seutuhnya tergantung anugrah. Sebelum jatuh di dalam dosa, dibebaskan dari dosa, dan hidup di luar dosa, semua karena anugrah-Nya. Ia memberikan anugrah-Nya kepada kita yang tidak layak sama sekali untuk menerima-Nya. Maka ucapan syukur adalah respon yang benar dan sepatutnya dari manusia. Allah mengulurkan anugrah-Nya kepada manusia dan Ia tidak menuntut apapun dari mereka, selain bersyukur dan memuliakan-Nya. Kegagalan untuk hidup bersyukur dan memuliakan Allah adalah dosa (Ro. 1:21). Oleh sebab itu tidak ada respon yang lebih patut kepada anugrah Allah selain hidup dalam ucapan syukur.
Hidup dalam ucapan syukur adalah hidup merasa cukup dalam segala keadaan. Ia tidak berkeluh kesah saat dalam kondisi sulit, lemah, sakit, dan kekurangan, karena tahu anugrah-Nya cukup baginya (2 Kor. 12:9). Ia tidak menyombongkan diri saat dalam kondisi lancar, kuat, sehat, dan berkelimpahan, karena tahu semuanya dapat dinikmati hanya oleh anugrah-Nya. Ia seperti Paulus dapat bersukacita dalam segala keadaan, karena tahu di dalam anugrah-Nya semua dapat ditanggung (Flp. 4:10-13). * (PD)