Bagikan artikel ini :

Bapak Budi dan Ibu Budi

Kidung Agung 6:13

Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.
- 1 Korintus 11:7b

Salah satu hal yang membuat saya heran adalah mengapa kadang kala seorang istri dipanggil dengan nama suaminya. Istri Pak Budi dikenal sebagai “Ibu Budi”, bukan namanya sendiri. Istri Pak Joko dikenal sebagai “Ibu Joko”, dan lain sebagainya. Apakah berarti sesudah pernikahan, seorang wanita tidak punya identitas lagi melainkan harus menggantungkannya kepada suaminya?

Ayat bacaan hari ini merupakan satu-satunya ayat dimana nama si istri disebutkan. Orang-orang menyoraki pulangnya raja dan ratu mereka ke istana di atas kereta kuda. Mereka memanggil si istri, “Gadis Sulam”. Perhatikan, namanya disebut bukan pada awal kitab, tetapi sesudah mereka menikah! Hal yang lebih menarik, beberapa penafsir meyakini bahwa Sulam bukanlah nama asli gadis tersebut.

Di dalam bahasa aslinya, nama “Sulam” adalah versi feminim dari nama “Salomo”. Berarti sama dengan ketika kita memanggil istri Pak Budi dengan “Ibu Budi”. Nama Salomo sendiri memiliki akar kata yang sama dengan kata syalom yang berarti “damai”. Si istri tidak lagi dikenal sebagai si hitam manis penjaga kebun, melainkan pendamping raja yang membawa kedamaian bagi seluruh Israel. Ia harus ingat, dirinya pun harus menjadi pembawa damai. Ia harus memancarkan kemuliaan suaminya.

Sebagai orang Kristen kita mewakili Pribadi Kristus, yaitu Raja Damai yang sesungguhnya. Kita harus memancarkan kemuliaan Kristus. Sebagai orang-orang berdosa, kita mendapatkan identitas baru dari Kristus.

Prinsip ini penting dalam pernikahan, meski bukan berarti wanita kehilangan identitasnya sesudah menikah. Ketika keduanya menjadi satu, mereka akan berbagi identitas, khususnya istri kepada suaminya. Istri harus selalu ingat, segala sesuatu yang ia lakukan tidak hanya berdampak bagi dirinya, tetapi juga kepada suaminya. Sebagai istri, Anda harus “menyinarkan kemuliaan” suami Anda. Sementara sebagai suami, sebelum Anda menuntut istri untuk “menyinarkan kemuliaan” Anda, apakah Anda sendiri sudah memiliki kemuliaan untuk dipancarkan?

Ibu-ibu yang terkasih, mulai sekarang, sebelum Anda pulang larut malam, sebelum bergosip (khususnya tentang keluarga sendiri), sebelum memutuskan tidak mendampingi suami Anda dalam acara-acara penting, pikirkan dampaknya bagi suami Anda.

Refleksi Diri:

  • Mengapa sangat penting bagi Tuhan agar istri “memancarkan kemuliaan” suaminya?
  • Kebiasaan buruk apa yang Anda (atau istri Anda) lakukan yang menurut Anda membuat orang mengerutkan kening terhadap Anda (atau suami Anda)? Bicarakan baik-baik.