Bagikan artikel ini :

Sombong Padahal Tidak Ada Isinya

Zefanya 2:8-11

Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap kepada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.
- 1 Timotius 6:17

Anda mungkin tahu serial kartun Jepang berjudul Doraemon. Salah satu karakter paling menyebalkan dalam Doraemon adalah bocah bernama Suneo Honekawa. Mengapa menyebalkan? Karena Suneo sebenarnya lemah tetapi sombongnya luar biasa. Mentang-mentang berteman dengan bocah kuat berbadan raksasa bernama Goda Takeshi (diberi julukkan Giant), Suneo suka mencibir dan mengejek Nobita, tokoh utama Doraemon, sehingga sering menjadi korban bully Giant.

Seperti itulah Kerajaan Amon dan Moab. Mereka sebenarnya tidak begitu kuat, tetapi sombong luar biasa. Mentang-mentang beraliansi dengan kerajaan yang pada saat itu paling kuat, yakni Kerajaan Babel, sama seperti Suneo, mereka menghina dan menyoraki bangsa Yehuda. Mereka berteriak, “Syukurin!” ketika bangsa Yehuda dikalahkan oleh Kerajaan Babel (Yeh. 25:3). Tidak hanya kita, Tuhan juga benci dengan sikap seperti ini. Itulah sebabnya di bagian ini kita membaca bahwa Tuhan pun akan menghukum mereka karena kesombongan mereka.

Menarik sekali bahwa sejarah mencatat Kerajaan Babel, kerajaan yang kepadanya Amon dan Moab beraliansi untuk mendapatkan perlindungan, menghancurkan mereka lima tahun sesudah Babel menghancurkan Yehuda. Syukurin!

Kita mungkin merasa bahwa bagian ini lebih cocok untuk anak-anak SD yang masih suka main bully-membully, bukan untuk kita yang sudah dewasa. Tapi, siapa bilang? Memang, kita tidak sekekanak-kanakkan Suneo maupun bangsa Amon dan Moab yang banyak gaya. Mereka bisanya hanya bersembunyi di balik orang yang lebih kuat. Namun, kita mungkin seringkali banyak gaya di balik hal-hal abstrak seperti kekayaan, popularitas, kedudukan, koneksi, kepandaian kita, dan sebagainya. Padahal, semua itu adalah pemberian Tuhan semata!

Adakah kita memandang rendah bahkan mem-bully orang lain, mungkin karena mereka tidak sepandai kita, memiliki kedudukan setinggi kita, atau tidak seberuntung kita? Memperlakukan asisten rumah tangga, pegawai, anak didik dengan semena-mena. Mentang- mentang kita berada di posisi yang lebih tinggi (padahal posisi itu pun adalah anugerah Tuhan) membuat kita tidak ada bedanya dengan Amon dan Moab.

Refleksi Diri:

  • Apakah ada orang-orang yang Anda anggap rendah (baik secara sadar maupun tidak) karena merasa posisi Anda di atas mereka?
  • Bagaimana cara Anda memanfaatkan apa yang Tuhan berikan justru untuk menolong orang-orang ini?