Bagikan artikel ini :

Above Mediocre (Lebih dari Rata-Rata)

Filipi 3:12-16

|EKSPRESI PRIBADI|

Charles Swindol pernah mengatakan bahwa, “The greatest waste of our natural resources is the number of people who never reach their potential.” Swindol membaca dengan jeli, bahwa persoalan serius yang terjadi di kalangan orang percaya adalah kerohanian rata-rata [mediocre spirituality]. Cukup dan puas dengan keadaan yang biasa-biasa saja. Pengetahuan mengenai Alkitab, biasa-biasa saja. Komitmen dalam melayani, biasa-biasa saja. Kehadiran dalam ibadah, biasa-biasa saja. Bersikap di tengah masyarakat, biasa-biasa saja, malah tidak ada bedanya dengan kehidupan orang sekitar. Sehingga terbangun kehidupan Kristiani yang biasa-biasa saja dan puas dengan keadaan demikian, atau menjadi semacam status quo. Maka tidak heran jika langkah menuju optimal, yang seharusnya itu terjadi, justru terhenti dan mandek. Tidak ada gairah untuk mengejar ‘lebih’ dari keadaan yang ada saat ini. Malah sikap kompromi terhadap keadaan demikian dianggap bukanlah masalah besar dan dipandang lumrah serta realistis. Menurut Anda, apakah tidak ada yang salah dengan sikap mediokritas? Silahkan diskusikan dalam CG Anda!

|EKSPLORASI FIRMAN|

Rasul Paulus dalam Filipi 3:12-16 mengungkapkan riwayat kehidupan rohaninya secara gamblang. Perjumpaan dengan Kristus menjadi turning point, yang telah mengubah hidupnya secara radikal. Di dalam Kristus, ia memperoleh hidup baru dan menemukan nilai-nilai yang baru. Tujuan hidupnya beralih, bukan mengejar apa yang menurut dirinya adalah yang terutama, tetapi apa yang sesungguhnya adalah yang utama. Maka tidak heran, dalam bagian ini, kita menemukan bukan seorang Paulus yang apatis dan pasif, tapi seorang Paulus yang aktif, dinamis dan ambisius dalam memperjuangkan dan mengejar yang utama. Seolah-olah, Paulus mempertontonkan sikap yang menjadi antitesis dari mediokritas. Dalam kamus hidupnya tidak ada “biasa-biasa saja.” Ia terus berjuang bagaimana bertumbuh lebih lagi dalam pengenalan akan Kristus. Setidaknya ada dua kunci penting, yang ditegaskan oleh Paulus, bagaimana membangun hidup yang berkualitas melampaui rata-rata.

Ketidakpuasan terhadap pencapaiannya

Paulus melihat dengan jujur dan menyadari ketidaksempurnan akan dirinya. Sebagaimana yang ia katakan, “Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna…” [ay. 12]. Pada dasarnya, Paulus tidak sedang bersikap pura-pura rendah hati. Namun itulah kenyataannya. Sehingga ia tidak pernah merasa diri penuh dan sempurna. Itulah yang membuat dalam diri Paulus ada semacam a holy dissatisfaction [ketidakpuasan kudus] dengan kehidupan Kristennya sehingga menjadi tertutup untuk melangkah ke tahapan selanjutnya. Sebaliknya, kehidupannya selalu terbuka terhadap proses yang membawa dirinya melangkah lebih maju dan dewasa secara rohani. Terbuka untuk belajar dan di ajar. Salah satu alasan mengapa orang Kristen tidak bertumbuh dan stagnan adalah karena adanya mentalitas puas diri. Ini merupakan hambatan terbesar dan sekaligus musuh dari kemajuan. Biasanya hal ini terjadi sebagai imbas dari sikapnya yang suka membandingkan diri dengan orang lain. Hasilnya, ia bisa merasa dirinya lebih baik dibandingkan orang lain. Sehingga menjadi orang Kristen yang congkak dan menghentikan langkahnya untuk terus bertumbuh. Atau sebaliknya, ia bisa menjadi orang Kristen yang tenggelam dalam perasaan minder secara berlebihan. Paulus tidak melakukan ini. Ia justru membandingkan diri dengan Kristus sebagai ukuran, teladan dan sekaligus tujuan hidupnya [Flp 3:10-11]; mengenal Kristus dan menjadi serupa dengan-Nya [Flp 3:10-11]. Maka hasilnya adalah kesadaran bahwa dirinya jauh dari sempurna. Ketidaksempurnaan akan selalu menandai kehidupannya. Sebab kesempurnaan mutlak tidak akan pernah dapat dicapai oleh segala jerih lelahnya. Itu adalah buah tangan ilahi sebagai anugerah. Berbeda dengan kedewasaan [ay. 15], sebagai kondisi yang dapat dan harus dicapai.

Kebulatan Tekad untuk Bertumbuh

Berstatus sebagai penerima anugerah keselamatan tidak membuat Paulus menjadi pasif dan berdiam diri. Justru sebaliknya, Paulus menampilkan kehidupan barunya yang dinamis, bergerak terus dan dipenuhi perjuangan. Seperti yang ia tegaskan, “aku mengejarnya…” [ay. 12]. Paulus melukiskan kehidupan rohani pribadinya sebagai sebuah perlombaan lari di dalam stadion. Sebagai sebuah catatan bahwa bukan kali ini saja, Alkitab menganalogikan kehidupan Kristen sebagai sebuah perlombaan lari [1Kor 9:24-27; Ibr 12:1; 2Tim 4:7]. Tentu saja, dalam sebuah perlombaan, tanggung jawab seorang atlet lari adalah berlari tanpa pernah berhenti sampai mencapai garis akhir yang ada di depannya. Maka, fokus perhatiannya adalah ke depan dan tidak kembali ke belakang. Itulah yang dilakukan oleh Paulus. Ia tidak terobsesi dengan masa lalu dan menjadikannya sebagai “point of resting” yang membuat hidupnya dikendalikan olehnya. Sebaliknya ia mengarahkan pandangan ke depan untuk terus berlari menuju tujuan [ay. 13]. Kesungguhan dan antusiasme Paulus begitu besar untuk membawa dirinya semakin bertumbuh di dalam Kristus.

Sebagaimana Paulus, kita yang telah di “tangkap oleh kasih karunia Allah di dalam Kristus,” [ay. 12-13] diletakkan dalam perlombaan iman yang harus kita jalani, dimana “kemajuan” seharusnya menjadi agenda utamanya. Kita harus terus berlari membawa kemajuan rohani secara progresif demi kemuliaan Kristus. Sebab kita mengikuti lomba bukan demi diri sendiri, tetapi demi menyenangkan Kristus yang telah memanggil kita. Pertumbuhan rohani adalah sebuah proses yang berlangsung seumur hidup. Dengan demikian, kita tidak bisa memandangnya sebagai hal dimana kita bisa berkata, “saya telah tiba.” “saya tidak perlu bertumbuh lagi.” Tidak ada pilihan lain, selain harus terus berlari mengejar kehidupan yang lebih berkualitas; lebih antusias dan all out dalam melayani, lebih berkomitmen dalam bersaat teduh, lebih serius lagi dalam beribadah, lebih radikal lagi dalam mengejar kesalehan hidup, lebih bergantung lagi kepada Allah dalam menghadapi segala perkara kehidupan, lebih melibatkan Allah dalam mengambil keputusan, lebih rendah hati untuk diajar oleh Tuhan melalui cara-Nya, lebih giat mengasah skill yang telah Tuhan anugerahkan, dsbnya. Pertumbuhan rohani bukanlah sebuah proses instan, tetapi melibatkan tekad bulat untuk berjuang secara aktif melakukan apa yang menjadi bagi kita dan membuka ruang sebesar-besarnya bagi Roh Kudus untuk melakukan apa yang menjadi bagian-Nya. Pola kolaborasi ini harus diiringi dengan pemusatan tenaga dan pikiran yang dikonsentrasikan kepada satu fokus, yaitu bagaimana hidup makin mengenal Kristus dan menjadi semakin serupa dengan-Nya. Oleh sebab itu, marilah kita memandang perjalanan hidup bukan sekadar ikut arus mengalir tanpa tujuan tetapi sebagai sebuah kesempatan untuk membangun hidup yang berkualitas di segala aspek, khususnya bertumbuh di dalam Kristus. Tidak ada alasan untuk menjadi orang Kristen yang biasa-biasa saja dan puas dengan kondisi yang “cukup baik.” Seperti kutipan klasik dari John D. Rockefeller “Don’t be afraid to give up the good to go for the great.” Jangan pernah menyukai zona nyaman dan puas dengan keadaan cukup “baik.” Sebaliknya, teruslah untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. “Good” is not enough when we can have the “best!” [DA]

|APLIKASI KEHIDUPAN|

Pendalaman

Apa artinya hidup sebagai sebuah perlombaan iman?

Penerapan

Apa yang diperlukan untuk melampaui yang biasa-biasa saja dalam membangun kualitas kehidupan rohani?

|SALING MENDOAKAN|

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.