Arsip tema sepekan

Bagikan artikel ini :

Spiritual maturity

1 Korintus 3:1-9

EKSPRESI PRIBADI

Donald S. Whitney pernah membaca sebuah artikel dalam Displeship Journal mengenai seorang matematika dari Yunani yang bernama Euclid, yang menulis buku tentang Ilmu Ukur sebanyak 13 jilid. Raja Mesir yang bernama Ptolemy I juga berkeinginan belajar Ilmu Ukur tanpa harus mempelajari buku-buku yang sebegitu banyaknya. Sebagai sang raja, dia sudah terbiasa mendapatkan sesuatu dengan cara yang mudah karena banyak pelayannya. Maka bertanyalah sang raja, apakah ada jalan pintas (short cut) untuk dapat menguasai Ilmu Ukur? Euclid menjawab dengan tegas: 'Tak ada jalan yang mudah untuk belajar...'

Demikian pula dalam hal kehidupan spiritual kita, ketekunan dan kedispilinan adalah hal yang penting bila kita mau hidup semakin dewasa dalam kerohanian (spiritual maturity). Tidak ada jalan lain, pertumbuhan rohani hanya dapat terjadi melalui 'anak tangga' yang bernama 'spiritual discipline'. A.W. Tozer pernah berkata, "Kita harus menghadapi kenyataan, banyak orang Kristen zaman sekarang yang hidup sembrono. Sikap seperti ini sudah merambat masuk ke dalam kehidupan gereja. Ada kebebasan, ada uang, ada kemewahan. Akibatnya, displin praktis hilang lenyap." *) kutipan dari buku "10 Pilar Penopang Kehidupan Kristen" ditulis oleh Donald S. Whitney; hal 286, 299-300)

Marilah kita mengevaluasi diri kita sejauh mana level kedisplinan (spiritual discipline) kita dalam hal terus menerus mau tekun belajar semakin dewasa dalam kerohanian kita? Sudah berapa lamakah kita telah menjadi orang percaya? Adakah kita sungguh telah mengalami pertumbuhan rohani atau sebaliknya, kita mengalami stagnasi dalam proses kedewasaan iman kita?

EKSPLORASI FIRMAN

Melalui perikop Firman Tuhan hari ini, I Korintus 3:1-9, kita akan dapat melihat bagaimana gambaran atau ciri dari orang-orang Kristen sedemikian lambannya dalam bertumbuh semakin dewasa dalam kehidupan rohaninya, dimana pada akhirnya juga akan berdampak dalam relasi horizontal-nya dalam kehidupan bergereja.

Ciri yang pertama dapat dilihat dari jenis asupan makanan rohaninya. "...dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimannya. Dan sekarang pun kamu belum bisa menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi" (I Kor 3:1-3a). Tentu saja adalah wajar apabila seseorang tidak dapat langsung menerima asupan makanan keras, karena statusnya masihlah bayi rohani yang belum dewasa. Dalam hal ini sebenarnya Paulus sangat memahami tingkatan atau jenis asupan makanan rohani dari perjalanan rohani seorang percaya, dimana di ayat 1, Paulus masih mengunakan kata "pada waktu itu", yaitu ketika masih dalam konteks dulu sebagai "manusia duniawi, yang belum dewasa di dalam Kristus". Hanya selanjutnya, Paulus memberikan tegurannya yang sangat keras, dimana seorang yang seharusnya melanjutkan pertumbuhan rohani semakin dewasa, tapi kenyatannya begitu sangat lamban dalam proses kedewasaannya! Seorang yang sudah di dalam Kristus tidak bisa terus menerus berstatus "bayi rohani" dan puas diri dengan asupan susunya. Hal ini diungkapkan Paulus di ayat 2, "dan [sampai] sekarang pun, kamu belum bisa menerimanya. Karena kamu masih [tetap] manusia dunawi [yang belum dewasa dalam Kristus]" Keberadaan dari orang percaya di Korintus yang tidak dewasa rohaninya ini, ternyata pada akhirnya pun, mau tidak mau, berdampak dalam kehidupan berjemaat. Hal inilah yang selanjutnya menjadi gambaran atau ciri dari ketidakdewasaan yang kedua.

Ciri yang kedua dapat dilihat dari relasinya dengan sesama anggota tubuh Kristus. "...ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" (I Kor 3:3) Apabila sebuah komunitas kristen yang dipenuhi dengan orang-orang yang tidak dewasa rohaninya, maka dapat dipastikan kehidupan dalam jemaat itu akan rentan dengan konflik dan pertikaian. Mereka akan senantiasa dipenuhi dengan berbagai isu permasalahan yang tidak membangun sifatnya, seperti munculnya berbagai klik-klik pengelompokan yang tidak sehat (cth, munculnya golongan Paulus vs golongan Apolos), juga mudahnya terjadi pertikaian dan persaingan "ego" yang tidak sehat yang dapat berakhir kepada perpecahan. Padahal seharusnya mereka yang dewasa secara rohani dapat melihat bahwa "yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan" (I Kor. 3:7). Seharusnya, sebagai manusia yang dewasa rohani, fokusnya bukan lagi diri sendiri (I, me, mine, myself - centered), tapi Allah (GOD-centered). Inilah yang menjadi ciri kedua dari orang yang tidak dewasa secara rohani, yaitu tercermin dalam relasi horizontal-nya dalam kehidupan berjemaat. Mereka tidak akan dapat melihat sesama anggota tubuh Kristus lainnya sebagai sesama rekan sekerja Allah, tapi sebaliknya sebagai pesaing atau ancaman bagi dirinya (I Kor 3:9). Hal ini sungguh bukanlah seperti yang Tuhan kehendaki dan dapat dipastikan 100% Allah tidak suka! Ketidakdewasaan rohani dalam kehidupan berjemaat hanyalah mendatangkan rasa duka bagi hati Allah. [CK]

APLIKASI KEHIDUPAN

(PROFIL MURID : KRISTUS, KARAKTER, KOMUNITAS, KELUARGA & KESAKSIAN)

Pendalaman

Hal-hal apakah yang seringkali menjadikan orang Kristen menjadi sangat lamban dalam mengalami kemajuan rohani (spiritual maturity), khususnya dalam hal peningkatan kualitas asupan makanan rohani-nya?

Penerapan

Apa peran rohani (spiritual role) yang dapat diambil oleh seseorang yang sudah lebih dewasa rohani ketika Tuhan tempatkan berada di dalam konteks komunitas gereja yang tidak sehat, dimana barangkali tengah mengalami pertikaian/konflik?

SALING MENDOAKAN

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.