Bagikan artikel ini :

Perjalanan ke Yerusalem

Pernakah kita melihat upacara penyambutan seorang pemimpin negara atau tamu kehormatan? Ketika seorang pemimpin negara akan berkunjung ke suatu negara maka negara yang menjadi tujuan akan melakukan banyak persiapan kegiatan penyambutan. Misal, ada tarian penyambutan, ada lagu yang dinyanyikan dalam bentuk drum band lengkap, ada pengalungan bunga, dan dalam konteks tertentu ada karpet merah yang digelar untuk menyambut tamu kehormatan.

Apa yang dilakukan oleh orang banyak melihat Tuhan Yesus masuk ke Yerusalem? Ada pujian kepada Allah dengan suara nyaring, mereka sangat bergembira ketika Tuhan Yesus masuk, meskipun bukan karpet merah tetapi mereka menghamparkan pakaian mereka di jalan, memotong ranting-ranting hijau, dan mengambil daun-daun palem sebagai simbol penghargaan atau penghormatan kepada Tuhan Yesus.

Ada hal menarik dari peristiwa Tuhan Yesus masuk ke Yerusalem yang dicatat semua Injil (Mat. 21:1-9; Mrk. 11:1-11; Luk. 19:28-38; dan Yoh. 12:12-15). Apakah peristiwa ini terjadi tiba-tiba? Jelas tidak. Kedatangan seorang Raja Israel yang sejati sudah lama dinubuatkan oleh Zakharia, “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda” (9:9). Keledai merupakan hewan yang umum dipakai sebagai tunggangan oleh kalangan orang miskin pada waktu itu. Kuda dipakai terutama oleh kalangan orang kaya.

Tuhan Yesus masuk ke Yerusalem dengan mengendarai keledai merupakan lambang kerendahan hati dan maksud damai-Nya. Kedatangan-Nya untuk memulihkan semua bangsa bukan dengan pedang, bukan dengan kekerasan, dan juga bukan dengan senjata. Tetapi dengan kerelaan untuk berkorban dengan penuh kelemah-lembutan, dengan mengendarai seekor keledai.

Perjalanan ke Yerusalem bukan sekadar perjalanan biasa dan mudah. Yesus menggenapi semua yang ditulis dalam Perjanjian Lama yang diberitakan oleh para nabi. Tuhan Yesus sendiri berkata, “Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem” (Luk. 13:33).

Hal menarik dalam catatan Lukas ketika Yesus sudah dekat dan melihat Yerusalem, Ia menangisinya. Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus menangis hanya dua kali (Yoh. 11:35; Luk. 19:41). Menangis dalam konteks ini memiliki pengertian bukan hanya sekadar meneteskan air mata, tetapi disertai ratapan yang sangat menyesakkan dada, karena itu keluar dari hati. Mengapa Yesus menangis? Bukankah Dia Allah? Dia adalah Pencipta langit bumi dan segala isinya, Dia Mahakuasa, Dia Mahtahu, tetapi Ia menangis. Mengapa?

Konteks saat itu Yerusalem adalah ibu kota Isreal yang saat itu dijajah oleh Romawi. Yerusalem adalah pusat agama, ada bait Allah di sana. Orang Isreal dari berbagai tempat akan datang ke Yerusalem untuk beribadah. Yerusalem kota damai, sekarang tidak ada damai lagi, Yerusalem sangat berdosa (Rat. 1:8). Yerusalem dipilih TUHAN untuk membuat nama-Nya tinggal di sana. Allah berulang kali mengutus nabi-nabi ke Yerusalem tetapi mereka membunuh dan melempari dengan batu. Tuhan Yesus berkata, “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu” (Luk. 19:42).

Perjalanan Tuhan Yesus ke Yerusalem bukanlah perjalan yang mudah, Ia datang dengan kerendahan hati, Ia memilih untuk taat kepada Bapa-Nya, membawa damai yang sejati melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib. Renungkanlah karya-Nya di atas kayu salib bagi kita, sehingga kita dapat sungguh-sungguh hidup bagi Dia. **JF