Bagikan artikel ini :

Unshakeable

Dewasa ini tidak mudah untuk tetap berdiri teguh dalam kebenaran Tuhan. Istilah hidup kudus atau hidup rohani terdengar kuno bagi banyak umat Tuhan hari ini. Bagi mereka, istilah-istilah tersebut adalah milik generasi yang kurang tercerahkan. Tidak sedikit gereja saat ini berbondong-bondong untuk tampil semirip mungkin dengan arus budaya dunia. Beberapa waktu terakhir, sudah menjadi hal yang populer bagi gereja untuk membuat kebaktian yang terlihat persis seperti pertemuan dan acara-acara sekuler. Sulit untuk membedakan gereja saat ini dengan tempat konser atau teater. Gereja sepertinya dengan cermat meniru tren budaya pop terbaru agar tidak ditinggalkan jemaat.

Khotbah-khotbah Alkitabiah mulai kehilangan tempatnya dari gereja. Itu digantikan dengan kata-kata motivasi, presentasi dari keberhasilan manusia, atau bahkan nasihat-nasihat untuk hidup sukses. Khotbah dibangun atas apa yang jemaat ingin dengar, bukan apa yang Tuhan ingin jemaat dengar dari firman-Nya. Firman Tuhan diberitakan secukupnya bukan seutuhnya.

Menjadi seperti dunia memang nampak seperti keuntungan. Namun sesungguhnya gereja yang demikian tidak memiliki apapun untuk di bawa kepada dunia. Keduniawian hanyalah hiburan semu sekali pakai. Itu akan dinikmati dan segera ditinggalkan ketika ada yang lebih menarik ditempat lain. Itu akan berakhir menjadi tempat jajan agamawi dan bukan sekolah pemuridan untuk menghidupi kebenaran Kristus.

Hari-hari ini kita perlu terus mengingatkan diri akan makna gereja yang sesungguhnya. Dari kata Ekklesia yang sering muncul di Perjanjian Baru untuk menyebutkan gereja, makna gereja jelas bukan hanya tentang gedungnya, atau organisasinya, apalagi sebatas program-programnya. Gereja terutama adalah tentang manusianya. Mereka yang telah dipangggil keluar dan dikhususkan untuk menjadi umat Tuhan. Hidup memisahkan diri dari dosa, serta senantiasa menyatakan kebenaran Allah dimanapun berada.

Gereja harus membawa perubahan ke dalam dunia. Umat Tuhan harus menjadi terang dan garam ditengah dunia yang gelap dan hambar ini. Untuk itu, kehidupan umat Tuhan harus terus berdiri teguh dalam kebenaran Firman Tuhan. Firman Tuhan adalah standar tertinggi yang menentukan setiap tindak tanduk umat Tuhan. Ketika umat Tuhan mendua hati dari Firman Tuhan, mereka akan kehilangan jati dirinya.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh gereja? Sederhana saja, jangan lupakan makna gereja yang sesungguhnya! Kita memang ada di dunia, namun kita tidak boleh menjadi serupa dengan dunia. Kita harus keluar dan melepaskan diri dari segala kecendrungan duniawi. Ketika umat Tuhan hidup berpusat pada diri, mereka harus diarahkan untuk hanya memandang kepada Kristus. Ketika mereka bergereja hanya untuk pengalaman emosional yang menghibur, mereka harus diajar hidup memikul salib. Hanya dengan demikian kita dapat mematikan keinginan daging yang membawa kepada maut dan hidup dalam tuntunan Roh yang adalah hidup dalam damai sejahtera.

Kita perlu berhati-hati! Jangan sampai kebenaran Tuhan tidak lagi menggerakkan kehidupan beriman kita. Jangan sampai kita mengulangi kegagalan gereja masa lalu. Semenjak masa gereja mula-mula, gereja telah seringkali menyerah di bawah tekanan untuk mengakomodasi dunia. Jemaat di Pergamus dalam kitab Wahyu telah menjadi contoh betapa sia-sianya berkompromi pada keduniawian.

Gereja Pergamus terletak sekitar seratus mil sebelah Utara kota Efesus. Memang tidak ada catatan definitif tentang kapan gereja ini didirikan. Beberapa ahli Perjanjian Baru mengatakan kemungkinan gereja ini berdiri pada masa pelayanan Paulus di Efesus. Yaitu ketika Injil menyebar dengan cepat dari gereja Efesus ke seluruh Asia Kecil (Kisah Para Rasul 19:10).

Pergamus merupakan kota religius. Itu menjadi pusat penyembahan kepada dewa-dewa Yunani dan juga kaisar. Umat Tuhan di kota ini senantiasa menghadapi bahaya penganiayaan ketika mereka menolak untuk terlibat dalam praktik penyembahan kepada kaisar. Meskipun ditengah tantangan, umat Tuhan tetap setia dengan tidak menyangkal iman mereka kepada Kristus.

Sayangnya, kepercayaan mereka kepada Kristus tidak dibarengi dengan hidup yang sepenuhnya dalam kebenaran Tuhan. Dan ini merupakan bahaya utama bagi jemaat ini, lebih dari pada penganiayaan. Kristus bahkan memulai surat kepada Pergamus dengan sebuah ancaman. Di mana Kristus memperkenalkan diri sebagai “Dia yang memegang pedang tajam bermata dua”(Wahyu 2:12). Salam ini merupakan peringatan bahwa Kristus akan menghakimi jemaat Pergamus dengan Firman-Nya bagaikan pedang bermata dua yang sangat tajam.

Ini semua dikarenakan beberapa jemaat mencampuradukkan iman mereka dengan penyembahan berhala dan amoralitas seksual seturut ajaran Bileam (Bilangan 25:1-2; 31:16). Beberapa jemaat di gereja Pergamus telah jatuh ke dalam budaya Iblis. Mereka menghadiri pesta-pesta kafir, mengambil bagian dalam pesta pora yang sesat, namun tetap menjadi bagian dari gereja. Tidak berhenti di situ, jemaat Pergamus juga diperingati karena telah berpegang pada ajaran Nikolaus. Kehidupan yang liar, kemungkinan besar terkait dengan amoralitas paganisme.

Gereja Pergamus telah gagal untuk memisahkan diri dari dunia. Kepercayaan mereka kepada Kristus menjadi kosong karena tidak dibarengi dengan hidup dalam kekudusan Allah. Fenomena beriman seperti ini adalah dosa. Dan ironisnya semakin umum terjadi saat ini. Semakin sedikit orang percaya yang dengan terang-terangan hidup menjauhkan diri dari segala keinginan-keinginan daging yang sedang berperang melawan jiwa.

Satu hal saja yang perlu kita camkan dengan lebih sungguh. Kita perlu terus mengingat siapa gereja dan apa yang Tuhan lakukan bagi gereja. Tuhan ingin kita memutuskan segala ikatan keduniawian yang ada dalam hati kita. Hidup sepenuhnya dalam tuntunan kebenaran Allah bukan kebenaran diri. **DG