Bagikan artikel ini :

Unboxing: Beyond Packaging

1 Tesalonika 2:13

“Ketika suatu zaman hanya menilai gereja berdasarkan penampilan luarnya, hal yang sangat penting diketahui adalah bagaimana menentukan sebuah gereja yang benar-benar sehat. Kriteria Alkitabiah untuk melihat kesehatan rohani dari sebuah gereja bukanlah apa yang tampak di luar dihadapan dunia, tapi apa yang tampak di dalam di hadapan Allah” (Jhon MacArthur). Hal demikian juga kita temukan ketika membaca dengan teliti 2 Tesalonika 2:13. Rasul Paulus mengucap syukur kepada Allah karena menemukan mentalitas iman jemaat di Tesalonika yang menerima pengajaran firman Tuhan bukan sebagai perkataan manusia, tetapi sebagai firman Allah, dan mereka percaya. Bagaimana seharusnya sikap kita dalam menerima firman Allah?

  1. Memiliki Sikap Hati yang Antusias.

Suatu kali Tuhan Yesus mengajarkan perumpamaan tentang penabur kepada orang banyak yang datang dan mengerumuni Tuhan Yesus, bahkan Tuhan Yesus harus berpindah tempat dari rumah ke tepi danau (Mat. 13:1-2). Ada antusiasme yang sangat luar biasa terhadap pengajaran yang Tuhan Yesus sampaikan. Masalahnya adalah apakah semua yang mendengar memberikan respons yang benar terhadap firman Tuhan? Keadaan hati seseorang akan tampak pada perilaku. Yang internal terwujud dalam yang eksternal. Demikian juga dengan sikap hati terhadap firman Tuhan. Benih yang jatuh di tanah yang subur dan berbuah banyak (Mat. 13:8), ini menujuk pada mereka yang mendengar dan mengerti firman Tuhan. Ini bersifat spiritual, bukan sekedar intelektual. Kita membutuhkan kasih karunia Allah untuk menerima firman, di sisi yang lain kita perlu mengembangkan sikap yang benar terhadap firman Tuhan, dengan memiliki sikap antusias.

Tuhan Yesus dalam konteks Khotbah di Bukit ketika memberikan pengajaran tentang Kerajaan Allah kepada orang banyak dan para murid yang ada saat itu Ia mengatakan, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” Sama seperti tubuh manusia tidak mungkin bisa bertahan tanpa makan dan minuman, demikian pula orang yang lapar dan haus terhadap kebenaran merasa tidak mampu hidup tanpa kebenaran. Bagaimana sikap kita dalam menerima firman? Adakah kita antusias? Fokuslah kepada firman Tuhan.

  1. Menerima dengan Kerendahan Hati

Kita perlu menyadari ada masalah dalam diri kita sebagai manusia yang sudah jatuh di dalam dosa; natur keberdosaan kita secara alamiah lebih menarik kita untuk jadi sombong daripada rendah hati. Rendah hati, menjadi sesuatu yang asing bagi manusia yang sudah jatuh di dalam dosa, bukan sesuatu yang alamiah, melainkan hanya bisa diberikan oleh Tuhan dalam kasih karunia-Nya. Di dalam konteks 1 Petrus 1:24-25 firman Tuhan mengatakan, “Sebab semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaanya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur, tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.” Apa hubungan ayat ini dengan kerendahan hati? Kita adalah ciptaan yang sangat lemah dan terbatas karena itu kita perlu bergantung kepada pencipta dan penebus manusia yang percaya kepada-Nya. Kita perlu dengan kesadaran penuh menerima firman Tuhan dengan kerendahan hati. Rasul Petrus kemudian menutup tulisannya dengan mengatakan, “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya” (1 Petrus 5:6-7). Pentingnya sikap kerendahan hati dalam menerima firman Tuhan.

  1. Ucapan Syukur karena Firman Tuhan.

Pertumbuhan spiritual seharusnya bersifat personal dan juga komunal. Artinya secara personal harus dialami oleh setiap individu, secara komunal membutuhkan bantuan banyak orang. Di dalam konteks surat Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika khususnya surat yang pertama, ia sedang difitnah mencari keuntungan materi dari pemberitaan Injil (1 Tes. 2:3-6). Pengajaran tentang kasih karunia sering disalahpahami oleh banyak orang. Rasul Paulus tetap melakukan bagiannya, tidak terpengaruh oleh orang lain, ia memiliki kehidupan yang otentik, menunjukkan keteladan, termasuk dalam hal ucapan syukur.

Ucapan syukur menjadi suatu kebiasaan baik yang dilakukan oleh Rasul Paulus. Di awal suratnya, Rasul Paulus berkata, “Kami selalu mengucap syukur kepada Allah”; Mengapa? Karena iman, kasih, ketekunan, dan pengharapan jemaat Tesalonika (1 Tes. 1:3). Kemudian Rasul Paulus melanjutkan, “Kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah” (1 Tes. 2:13). Rasul Paulus kemudian menutup suratnya dengan mengatakan, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus” (1 Tes. 5:18). Rasul Paulus dan rekan-rekan bersyukur karena jemaat menerima firman dengan kesungguhan dan ucapan syukur, demikian juga seharusnya kita sebagai orang percaya. Hidup kita selalu bersyukur karena firman Tuhan. ** JF