Bagikan artikel ini :

Faithful Promise Keeper

Ketidakpastian adalah salah satu sumber kecemasan terbesar dalam diri manusia. Mengapa kematian begitu menakutkan bagi banyak orang, karena tidak ada yang bisa memastikan apa yang terjadi setelah kita mati, apa yang akan kita alami dan apa yang menanti di sana. Demikian juga dengan masa depan, tidak ada yang tahu apa yang terjadi hari esok, hari ini bisa cerah namun besok bisa hujan badai, hari ini seseorang bisa sehat namun dalam sekejap bisa dipanggil pulang ke rumah Bapa, hari ini beroleh untung namun besar besok mungkin mengalami kerugian yang lebih besar. Ketidakpastian dalam hidup muncul karena kita manusia yang terbatas, kita bukan Allah yang Maha Kuasa, Maha Tahu, bisa mengetahui masa depan dan dapat mengubah realitas seturut kehendak-Nya. Bahkan hal paling fundamental dalam hidup ini bukan kita sendiri yang menentukan melainkan Allah, kapan dan di mana kita lahir, kapan dan di mana kita meninggal.

Ditengah realitas ini, apa yang dapat kita lakukan sebagai orang percaya? Tentunya hal normal dan natural untuk cemas, karena sebagai manusia kita punya insting bertahan hidup, dan insting ini yang memunculkan rasa cemas sehingga kita senantiasa waspada terhadap apapun terutama hal-hal buruk yang mungkin menanti kita didepan. Akan tetapi disaat yang bersamaan, senantiasa ada dalam kecemasan juga bukan hal yang baik, kecemasan berlebih dan terus menerus hanya akan membebani pikiran kita dan bahkan merenggut sukacita dalam kehidupan kita. Hal ini diakibatkan karena kita tidak berfokus dan menikmati apa yang telah kita miliki sekarang dan saat ini, melainkan memikirkan dan mencemaskan apa yang berada di masa depan yang belum terjadi dan belum tentu terjadi.

Di dalam kekristenan ada satu obat mujarab menghadapi hal ini, bersyukur senantiasa. 1 Tesalonika 5:18 berbunyi demikian, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” Tidak sedikit orang yang mengontraskan antara kecemasan dengan syukur, seolah-olah di tengah masalah, pergumulan dan kecemasan, mustahil untuk bersyukur. Padahal Alkitab dengan jelas berkata untuk kita senantiasa bersyukur. Ada tujuan mengapa perintah ini diberikan, syukur dapat dilakukan di tengah menghadapi persoalan bahkan syukur menjadi obat paling mujarab menghadapi persoalan. Hal ini kita lihat berkali-kali dalam kisah hidup Rasul Paulus yang dicatat dalam Kisah Para Rasul yang dapat menjadi teladan bagi kita. Bahkan dalam penjara, saat mengalami bencana, Paulus tidak henti bersyukur. Syukur justru menjadi cara paling ampuh menghadapi ketidakpastian dalam hidup. Karena dalam bersyukur kita mengingat kembali apa yang baik yang Allah beri dalam hidup kita, mengingat akan penyertaan dan pertolongan-Nya dalam kehidupan kita. Ini mengapa bersyukur menjadi obat mujarab menghadapi kekhawatiran.

Masuk ke tahun yang baru, mungkin ada banyak kekhawatiran menghantui pikiran kita, bersyukur dan mengingat kembali perbuatan Allah dalam hidup kita akan menjadi obat paling ampuh melawan khawatir kita. Saat bersyukur kita mengingat setiap hal baik yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita dan kita pun diingatkan kembali akan penyertaan Tuhan yang tidak pernah meninggalkan kita hingga saat ini.  **DK