Growing Through Imperfections
Nobody is perfect. Slogan ini mengingatkan kita bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Entah seberapa hebat dan seberapa banyak pencapaiannya. Namun bukankah tanpa sadar yang dilakukan oleh manusia setiap hari adalah berusaha mengejar kesempurnaan itu? Iklan kosmetik dan perawatan diri berlomba mengklaim bahwa produknya dapat membuat kulit kita menjadi sempurna, berhasil menggiring keinginan masyarakat untuk membeli demi mendapatkan kesempurnaan kulit dan kecantikan. Demikian juga semakin marak praktik operasi plastik yang dilakukan untuk memperbaiki ketidaksempurnaan pada tubuh. Kita bekerja sedaya upaya untuk mengejar tercapainya semua rencana-rencana yang kita buat. Our perfect plan! Kita tahu tidak ada yang sempurna, walau demikian kita masih juga ingin mengejarnya bukan?
Filipi 3:12-14, Rasul Paulus menyatakan bahwa dirinya juga belum sempurna, maka ia terus mengejar dan berusaha menangkapnya karena ia telah ditangkap oleh Kristus. Apa yang ia kejar? Kesempurnaan dalam pengenalan dan persekutuan dengan Kristus (ayat 10). Rasul seperti Paulus yang begitu luar biasa mengikut dan melayani Kristus mengakui dirinya pun belum sempurna dalam mengenal Kristus. Ia pun masih belajar, berjuang, dan berproses, dalam pertumbuhan kerohaniannya. Ia terus mengejar kesempurnaan itu dengan sekuat tenaga dan secara konsisten.
Paulus menggambarkan hal ini seperti para pelari yang berada di lintasan. Ketika peluit ditiup, maka semua pelari akan berlari sekuat tenaga, fokus, untuk mencapai garis akhir. Demikian yang dilakukan Paulus ketika mengejar kesempurnaan pengenalan akan Kristus adalah melupakan apa yang dibelakang dan mengarahkan diri pada apa yang di depan. Dalam kata aslinya, kata “melupakan” bukan berarti amnesia, tetapi memilih untuk tidak berfokus pada masa lalu. Seperti seorang pelari yang sedang berlari di lintasan tidak boleh memikirkan apa-apa, siapa di belakangnya, ada berapa orang yang tertinggal di belakang, apa yang belum sempat dilakukan. Hanya satu yang dipikirkan yaitu mengarahkan diri kepada tujuan yang di depan.
Kita juga sebagai anak Tuhan seharusnya memandang kehidupan spiritual seperti sebuah pertandingan lari. Kita memilih untuk tidak diikat oleh masa lalu, dosa favorit, pengalaman buruk, luka dan trauma yang seringkali menghambat kita untuk bergerak maju. Kita harus memilih untuk fokus mengejar dan berlari mendapatkan kesempurnaan pengenalan dan persekutuan dalam Kristus untuk menggenapkan panggilan sorgawi yang dipercayakan Allah pada kita.
Pada Olimpiade Barcelona tahun 1992, menjadi momen tak terlupakan bagi pelari unggulan Inggris, Derek Redmond, yang memegang rekor lari 400 meter. Saat ia berlari melewati 250 meter, otot hamstring yang ada di bagian paha putus yang mengakibatkan ia jatuh kesakitan. Walaupun demikian, ia memilih untuk tetap bangkit dan berjalan tertatih-tatih menuju garis akhir. Ayahnya, Jim, menerobos masuk lintasan dan membantu anaknya berjalan bersama untuk menyelesaikan pertandingan tersebut.
Yang dinilai dan dituntut Allah dalam hidup kita bukanlah kesempurnaan diri, melainkan proses dan perjuangan yang kita lakukan terus-menerus untuk bertumbuh dalam iman dan hidup semakin lekat dengan-Nya. Kita memang tidak sempurna, tetapi kita dipercayakan panggilan sorgawi yang mulia. Jangan sampai kita terlalu berfokus pada ketidaksempurnaan diri, atau menjadikannya alasan untuk tidak mengerjakan panggilan kita. Kita bersyukur kita tidak berjuang dan berproses sendirian, melainkan bersama-sama dengan saudara seiman sebagai satu kesatuan umat Allah. Kita tidak berlomba untuk saling mengalahkan atau merasa lebih baik dari yang lain, kita saling menopang untuk sampai pada garis akhir.
Mari ingatlah pesan Rasul Paulus, yaitu lupakan apa yang dibelakang, arahkan diri pada Kristus. Jika jatuh, kita bangkit kembali. Jika gagal, kita coba lagi, sampai pada akhirnya kita bersama-sama mendapatkan pengenalan dan persekutuan dengan Kristus yang sempurna. **VL