Bagikan artikel ini :

Following the Real Christ

Pendahuluan

Dalam salah satu perdebatan sengit di antara kaum milenial, terbentuklah sebuah opini bahwa di dunia ini orang–orang yang sangat membosankan (VBP = Very Boring Person) adalah mereka yang tidak memiliki energi positif untuk berinteraksi hangat dengan orang lain, sehingga memiliki defisiensi dalam interaksi sosial. Namun, kelihatanya hal ini tidak terpaut pada usia, melainkan kepada mindset (pola pikir) yang dimiliki orang-orang tersebut. VBP membosankan karena terkurung dalam mindset mereka yang picik dan sempit. Contoh konkrit dari VBP dalam Alkitab adalah kelompok para alim ulama Yahudi pada zaman Tuhan Yesus (para imam, ahli Taurat, dan orang Farisi) yang pengajarannya penuh retorika yang cenderung ‘garink,’ ‘borink,’ dan basi, yang sangat manjur untuk membuat orang tertidur. Belum lagi perilaku mereka yang seringkali bertolak-belakang dengan apa yang mereka ajarkan, sehingga acap kali menjadi bahan pergunjingan masyarakat luas. Motivasi mereka yang tidak tulus dan seringkali meraup keuntungan dari rakyat jelata membuat kaum VBP ini dihormati hanya karena kedudukan mereka, dan bukan karena rasa hormat yang tulus yang keluar dari dalam hati. Sebaliknya, contoh konkrit dari orang yang sangat seru (VEP: Very Exciting Person) dalam Alkitab adalah Tuhan Yesus, yang sekalipun tidak memiliki kedudukan secara politik maupun agama, memiliki banyak orang dari pelbagai penjuru yang mengikuti-Nya. Jelaslah bahwa Tuhan Yesus memiliki kekutaan karisma yang tidak dimiliki oleh para pemimpin agama Yahudi pada zaman-Nya.

Berikut ini adalah sekelumit cuplikan peristiwa dari kisah mujizat Tuhan Yesus yang terakhir setelah kebangkitan-Nya, bersama tujuh orang murid-Nya di Danau Galilea. Mari kita simak kualitas yang dimiliki Tuhan Yesus sebagai VEP yang tiada duanya sepanjang zaman, dan kita akan menyorotinya dari perspektif Petrus, si penyangkal Tuhannya.

Tuhan Yesus dan Simon Petrus

Perjumpaan Petrus yang pertama dengan Tuhan Yesus terjadi saat ia mengalami mujizat tangkapan ikan yang masif,sebelum ia menjadi muird-Nya. Petrus menyaksikan dua perahu penuh ikan itu mengoyakkan jala, padahal malam sebelumnya tidak seekor ikanpun yang berhasil ditangkapnya. Spontan Petrus tersungkur dan berkata: ‘Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa’ (Luk. 5:8). Petrus tersadar bahwa ia sedang berdiri di hadapan utusan Allah yang Maha kudus.

Tiga setengah tahun sudah berlalu, Tuhan sudah disalibkan dengan sangat mengenaskan dan bangkit pula. Dia juga sudah menampakkan diri sebanyak dua kali. Namun di negeri antah berantah Dia sekarang. Petrus yang adalah kepala para murid berkata: ‘Aku pergi menangkap ikan,’ dan enam murid lainnya sepakat: ‘kami pergi juga dengan engkau.’ Sepanjang malam mereka pergi dengan perahu, namun tidak menangkap apa-apa. Ketika hari mulai siang, dilihatnya ada seorang asing berdiri di pantai. Mereka tidak tahu itu Tuhan Yesus. Orang yang tak dikenal ini menyapa mereka dengan ramah: ‘Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?’ ‘TIdak ada,’ jawab mereka lesu. ‘Tebarkanlah jala di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh,’ usul-Nya. Mereka mau saja menuruti anjuran orang yang tak dikenal itu, karena memang tidak ada salahnya mencoba mencari keberuntungan lagi. Pada waktu mereka menebarkan jala mereka, mereka tidak dapat menariknya lagi, karena banyaknya ikan. Yohanes, murid yang dikasihi Tuhan berkata kepada Petrus: ‘Itu Tuhan!’ dan spontan Petrus berpakaian dan berenang ke pantai. Murid-murid lainnya datang dengan perahu ke pantai dan membongkar muatan jala penuh ikan. Ketika mereka tiba di darat, terlihatlah api arang dan ikan dan roti di atasnya. Orang yang tak dikenal itu menyuruh mereka membawa beberapa ikan dari 153 ikan yang berhasil ditangkap dan Petrus yang pergi mengambilnya. Ajaib! jalanya tidak koyak! Orang yang tak dikenal itu berkata: ‘Marilah dan sarapanlah.’ Mereka semua terdiam. Tidak ada yang berani bertanya, ‘siapakah engkau?’ karena tahu Dialah Tuhan. Tuhan mengambil roti dan ikan dan memberikannya kepada mereka.

Di dalam ringkasan kisah di atas sesuatu yang sangat memukau telah terjadi: pertama, Tuhan datang sebagai seorang asing (Tamu) yang tak dikenal; kedua, Tuhan menyapa para murid dengan sebutan ‘anak-anak’ untuk menunjukkan ketulusan hati seorang bapa yang peduli akan kesejahteraan anak-anak-nya dan rindu untuk merangkul mereka. Ketiga, Tuhan memberikan sebuah usulan sederhana menebarkan jala ke sebelah kanan perahu untuk mereka coba, padahal usulan itu merupakan sebuah solusi yang sangat spektakuler yang mereka nanti-nantikan. Ke-empat, di saat mujizat tangkapan ikan sudah terjadi, Tuhan dengan tenang mempersiapkan suatu hadiah istimewa bagi mereka, berupa sarapan roti bakar dan ikan bakar. Dia sama sekali tidak minta diberikan ucapan terima kasih atas jasa-Nya dengan berkata: ‘ Untung kalian menuruti usulan-Ku, maka kalian berhasil.’ Ke-lima, diminta-Nya beberapa ikan hasil tangkapan mereka untuk bergembira bersama merayakan kesuksesan mereka. Ke-enam, di dalam perkataan-Nya: ‘Marilah dan sarapanlah!’ mujizat lain telah terjadi. Tuhan telah merubah status-Nya dari seorang yang tak dikenal (Tamu), menjadi Tuan rumah. Ke-tujuh, para murid terdiam menyantap sarapan pagi itu. Hati mereka begitu tersentuh (penuh haru) dengan Tuhan mereka yang agung, yang datang di dalam segala kesederhanaan mengasihi mereka dengan tulus. Kata-kata Tuhan terngiang-ngiang di dalam telinga mereka: ‘Aku akan menjadikan kamu penjala manusia.’ Jika ikan yang begitu banyak itu berhasil ditangkap, hanya karena Tuhan yang sudah menyediakannya, maka orang yang banyakpun, juga akan berhasil dimenangkan hanya karena Tuhan yang menyediakannya. Hati mereka sudah siap menjalankan Amanat Agung yang akan segera diberikan, dan motivasi mereka adalah kasih yang murni pada Tuhannya, yang sudah terlebih dahulu mengasihi mereka.

Lalu bagaimana kelanjutanya dengan Petrus? Tuhan menemuinya seorang diri. Disapanya Petrus dengan nama lamanya: ‘Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari semuanya ini? ’ Petrus tertunduk malu, karena telah tiga kali ia menyangkal Tuhan, padahal sebelumnya begitu sombong dia mengklaim bahwa imannya tidak akan terguncang walaupun murid lainnya terguncang. Kini Petrus merendahkan diri dan menjawab: ‘Engkau tahu aku mengasihi-Mu.’ dengan kasih Fileo (kasih sebatas suka), dan bukan kasih Agapeo (kasih superlatife yang rela mengorbankan segalanya). Maka Tuhan menjawab: ‘Gembalakanlah domba-domba-Ku yang kecil.’ Untuk kedua kalinya berulang kembali pertanyaan dan jawaban yang sama, dan kali ini Tuhan menugaskannya: ‘Gembalakanlah domba-domba-Ku yang dewasa.’ Dan Ketika ke-tiga kalinya Tuhan bertanya apakah Petrus mengasihi-Nya dengan kasih Fileo, di sini yang Tuhan maksudkan adalah kasih yang sama yang dipakai seorang ibu hingga meregang nyawa untuk melahirkan seorang anak (Yoh. 16:21), maka sedihlah hati Petrus, dan ia berkata: ‘Tuhan, Engkau tahu segalanya, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau,’ dan Tuhan menugaskan dia, ‘Berilah makan domba-domba-Ku yang dewasa.’ Tuhan juga memberitahukan masa depan Petrus yang akan menderita mati syahid di masa tuanya. Petrus dianjurkan untuk tidak mengurusi nasib yang akan dialami Yohanes, cukup ikut Tuhan saja.

Ringkasan di atas memberitahukan kepada kita bahwa cara kita mengasihi Tuhan adalah dengan mengasihi domba-domba milik kepunyaan Tuhan, dan cara mengasihi domba-domba milik kepunyaan Tuhan adalah dengan memberi mereka makan makanan rohani: Firman Tuhan, dan menggembalakan mereka dengan lembut dan penuh kasih, sama seperti cara Tuhan menggembalakan murid-murid-Nya di dalam mujizat-Nya yang terakhir.

Penutup

Adakah kita mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati? Jika jawaban kita adalah ya, sudahkah kita menggali Firman Tuhan, mempersiapkan Firman Tuhan, serta membagikan Firman Tuhan yang murni, bernutrisi dan cukup untuk memperlengkapi domba-domba Tuhan? Biarkanlah Tuhan menolong domba-domba-Nya dengan Fimran-Nya yang murni dan bukan dengan retorika dan dongeng-dongeng menarik namun tidak membangun roh dan jiwa. Petrus sudah siap mengasihi Tuhan dengan mengasihi domba-domba Tuhan, walau nyawa adalah taruhannya. Hatinya tidak goyah ataupun gentar, karena itulah harga mati mereka yang mau ikut Kristus VEP yang sejati *** IT