Bagikan artikel ini :

Iman Orang Percaya

Pendahluan

Pokok bahasan kita kali ini mengajak kita untuk berpikir tentang hakekat dan peran iman di masa-masa sukar, khususnya di masa post-pandemi dewasa ini. Jemaat miskin mungkin sedang bergelut dengan BPJS yang masih tertunggak selama berbulan-bulan lamanya. Mereka berdoa agar mereka jangan sakit dan harus masuk ke rumah sakit. Jemaat menengah ke atas mungkin bergelut dengan investasi yang gagal, sehingga terlilit hutang yang fantastis jumlahnya,  sehingga harus mengkonsumsi pil-pil obat tidur untuk memejamkan mata. Mari kita telusuri akar persoalan yang menyebabkan kandasnya iman orang percaya.

Fenomena kandasnya iman orang percaya

Faktor manusia: cinta dunia. Di dalam perumpamaan Tuhan Yesus tentang Penabur, diceritakanlah tentang benih yang jatuh ke atas tanah yang penuh semak-duri. Ketika semak duri itu tumbuh semakin besar, tercekiklah tumbuhan itu hingga mati. Perumpamaan ini menggambarkan benih Firman Tuhan yang tertabur di dalam hati manusia, namun iman orang ini segera tercekik oleh segala kekkuatiran, kekayaan, serta kesenangan dunia, sehingga mati, dan tidak dapat berbuah. Banyak orang percaya yang kandas imannya, karena takut rugi, dan selalu ingin untung. Ketika tawaran menarik akan kekayaan dan kesenangan dunia datang, maka ia segera tergiur, terpikat, dan terperdaya. Demas, rekan pelayanan misi Paulus, adalah contoh klasik figur semacam ini. Pada mulanya, Demas lebih dipercaya Paulus ketimbang Markus yang masih hijau.  Namun akhirnya Demas malah berbalik arah dan meninggalkan pelayanan. Iman kepercayaannya kandas karena dia cinta akan uang (2 Tim. 4:10).

Di jemaat Epesus, Himeneus dan Aleksander harus Paulus serahkan kepada iblis agar berhenti menghujat, padahal mereka adalah tokoh penting.  Iman mereka kandas, karena secara intensif melindas suara teguran dari hati nurani yang murni (1 Tim. 1:19).  Ketika seseorang secara intensif  mengabaikan dan memadamkan gerakan Roh Kudus (1 Tes. 6:16), dan membiarkan dirinya diseret dan dipikat oleh keinginannya (Yak. 1:14), dan dijerumuskan ke dalam dosa.

Dan Petrus memperingatkan bahwa mereka yang sudah mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan sudah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terpikat dan terjerat kembali, maka  keadaan mereka akan lebih buruk dari yang semula (2 Pet. 2:20).    Di masa-masa sukar, seringkali ada tawaran-tawaran menarik dari dunia yang menggelitik orang percaya untuk meninggalkan iman kepercayaannya.  Ketika keinginan semacam ini terus menerus dibuahi, maka tak ayal lagi kandaslah imannya!

Faktor Allah: maksud Allah yang mulia. Di dalam injil Yohanes. 9, kita dapati suatu percakapan antara Tuhan Yesus dengan para murid-Nya tentang orang yang buta sejak lahir. Pada umumnya orang akan memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang tragis, dan para muridpun demikian. Mereka menarik korelasi langsung antara dosa dan penderitaan. Mereka bertanya: Siapakah yang berdosa? Orang ini atau orang tuanya sehingga orang ini buta? Tetapi Tuhan Yesus dengan cekatan menunjukkan kesalahan yang di dalam dunia psikologi dikenal dengan sebutan either or fallacy, di mana seseorang diperhadapkan pada dua pilihan A atau B saja, padahal pilihannya lebih dari dua. Tuhan Yesus menjawab pertanyaan mereka, bukan keduanya, namun karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia (Yoh. 9:3). Dengan perkataan lain, di dalam dunia yang sementara ini, orang buta ini diberikan kesempatan untuk mengalami kuasa kesembuhan dari Tuhan Yesus, dan hal mana dipakai Allah untuk menyatakan identitas Tuhan Yesus yang sesungguhnya. Jadi, bagi orang Kristen, apa yang dianggap dunia sebagai ‘tragedi,’ itu hanya

sementara saja sifatnya, karena Allah turut bekerja di dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mgnasihiNya (Rom. 8:28). Ketika orang percaya mengalami penderitaan bukan karena dosa, maka orang tersebut patut bersyukur kepada Allah karena ada maksud yang indah yang tersembunyi yang akan dibukakan kelak.

Hakekat iman sejati dan cara memperolehnya

Iman adalah sikap atau postur mata rohani yang selalu memandang kepada kebaikan dan hikmat Allah, di dalam pengaturan-Nya terhadap situasi dan kondisi yang sedang dihadapi. Gambaran terindah tentang postur iman orang percaya tercatat di dalam Mazmur 131 yang ditulis oleh Raja Daud: ‘Tuhan, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah keapda Tuhan, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!’ Di dalam mazmur ini kit dapati pandangan lembut seorang bayi yang terfokus kepada ibunya. Jiwanya tenang, puas, dan percaya penuh kepada sang ibu yang mengasihinya.

Lalu, bagaimana cara orang percaya memperoleh iman semacam ini? Rasul Paulus di dalam Roma 10:17 memberitahukan bahwa iman timbul (the faith comes) dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus (hearing through the Word of Christ). Di sini kita dapati bahwa iman itu datang. Iman datang melalui Firman Kristus yang oleh pekerjaaan Roh Kudus menjadi hidup dan dapat dimengerti. Di dalam perumpamaan Tuhan Yesus tentang Penabur, Firman yang didengar namun tidak dimengerti bagaikan benih yang ditaburkan di pinggir jalan, sebentar saja akan dirampas si jahat. Sedangkan, Firman yang dimengerti, bagaikan benih yang ditaburkan di tanah yang subur, akan tumbuh berlipat-ganda (Mat. 13:19, 23).

Iman orang percaya yang tumbuh subur membutuhkan  dua syarat utama:  pertama, iman itu harus dipraktekkan, karena iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak. 2:25); dan ke-dua, iman itu harus  tahan uji.  Iman Abraham, bapa orang percaya, adalah iman yang konkrit, dan iman yang teruji.  Abraham dengan ketaatannya yang mutlak terus menerus memandang kepada kebaikan Allah, walaupun taruhannya adalah nyawa anaknya yang satu-satunya yang sangat ia kasihi.  Inilah iman Abraham yang tahan uji.  Yakobus menasehatkan agar orang percaya merasa bahagia jika jatuh di dalam berbagai-bagai pencobaan, karena tahu bahwa ujian terhadap iman itu menimbulkan ketekunan, dan setelah ketekunan itu beroleh buah yang matang, ia akan menjadi utuh sempurna, tidak kekurangan suatu apapun (Yak. 1:2-4).

Hadiah Allah dibalik iman yang tahan uji

Rasul Paulus, di dalam Roma 5:2-5, memberitahukan bbahwa iman yang tahan uji ini merupakan pintu masuk ke dalam hidup yang penuh harapan di dalam kelimpahan kasih karunia Allah, sehingga mereka dapat bermegah di dalam pengharapan memperoleh kemuliaan Allah, dan pengharapan dalam pembentukan karakter orang percaya. Ternyata, dalam iman yang tahan uji inilah orang percya memperoleh mata rohani yang memandang jelas kemuliaan Allah di dalam hidup yang akan datang! Dunia yang sementara ini, dengan segala kemewahan kemuliaannya kelihatan lawas dan kusam jika dibandingkan dengan kemuliaan dalam dunia yang kekal.

Penutup

Kiranya Tuhan menolong kita agar dapat memiliki iman yang konkrit dan tahan uji yang kian bertumbuh kian kekar dari hari ke hari, sehingga kita beroleh akses masuk ke dalam pengharapan sejati akan kemuliaan dalam dunia kekal yang akan datang segera. Amin. IT.