Bagikan artikel ini :

Konselor-Saksi Kristus

Pendahuluan

Salah satu dampak sosial yang menggembirakan dari pandemi yang kita hadapi sekarang ini adalah kerinduan banyak jemaat untuk berbagi, tidak saja dalam aspek materi,tetapi juga dalam aspek non-materi, seperti berbagi kisi-kisi dalam kesehatan, kerohanian, bisnis, keuangan, pendidikan anak, dlsb. Dalam menyambut kerinduan semacam ini, rubrik kita kali ini berkaitan dengan menjadi mentor pembimbing (konselor) Kristen yang Allah pakai untuk memberikan penghiburan sejati kepada orang yang sungguh membutuhkannya. 

Apakah kriteria yang mendasar seorang konselor? Di dalam konseling dunia sekuler, sosok konselor professional yang memenuhi syarat haruslah mereka yang sudah disembuhkan dari luka-luka batinnya di masa lampau. Carl Jung (1875-1961), psikoterapis asal Switzerland yang merupakan pengagum psikoanalisis Sigmund Frued, meyakini dari pengalaman pribadinya bahwa penyembuhan terhadap luka-luka batin konselor terjadi justru pada saat konselor berinteraksi dengan konseli. Konsep tersebut kita kenal dengan wounded healer (penyembuh yang terluka) yang Jung kembangkan dari sosok penyembuh fenomenal Chiron, manusia setengah kuda dari mitos Yunani kuno. Konsep proyeksi diri konselor ini menarik, dan sebagai orang Kristen kita percaya bahwa Allah memakai berbagai mekanisme untuk meyembuhkan dan membentuk sosok konselor yang akan Ia pakai.  

Pada hakekatnya, apakah ada perbedaan antara konselor Kristen and non-Kristen? Mari kita belajar dari Rasul Paulus.

Pembentukan konselor Kristen: yang terluka (the wounded) 

Di dalam 2 Korintus 1, Paulus bercerita tentang penderitaan yang amat berat bersama dengan rekan-rekan misinya di Asia kecil. Mereka berputus-asa dan merasa seolah-olah telah dijatuhi hukuman mati. Disudutkan ke titik nadir seperti ini membuat mereka sadar akan maksud Tuhan yang indah untuk menumbuhkan iman yang dimiliki Abraham di dalam mereka. Oleh karen itu, mereka tidak lagi menaruh kepercayaan kepada diri mereka sendiri, melainkan hanya kepada Allah yang sanggup membangkitkan orang-orang mati (vv. 8-10). Alhasil, iman pengharapan mereka menjadi kokoh dan mereka yakin bahwa di dalam penderitaan yang akan dialami, Allah juga pasti akan menyelamatkan mereka lagi. Hal ini akan selaras dengan jawaban terhadap doa-doa yang dipanjatkan jemaat Allah di berbagai tempat, termasuk di dalamnya jemaat di Korintus sesuai dengan gerakan Roh Kudus di tengah mereka. Pada akhirnya, jawaban atas doa-doa mereka ini akan menjadi sukacita dan syukur yang melimpah yang memperkuat iman jemaat 

Allah Sumber penghiburan (vv. 10-11). Di sini kita dapat memetik pelajaran bahwa setiap orang percaya yang ingin dipakai Allah untuk menghibur orang lain juga harus mengantisipasi pembentukan Allah melalui penderitaan yang Allah sediakan. 

Konselor yang adalah Saksi Kristus

Teologi Penghiburan dari Paulus melangkah lebih jauh daripada sekedar konselor dunia pada umumnya. Konselor pada umumnya berfokus pada individu konselor yang telah dipulihkan dari luka-luka batinnya, dan dimampukan menjadi konselor yang kompeten (comforted-comforter). Sedangkan konselor Kristen berfokus kepada Kristus, karena penghiburan dari Allah sumber belas kasihan dan penghiburan (v.3) yang memberikan penghiburan-Nya via Kristus (v. 5). Oleh karena penderitaan seorang konselor sebagai Saksi Kristus ini terhubung langsung dengan kesengsaraan Kristus yang membawa keselamatan dan penghiburan (bdk. 1 Pet. 2:24), maka penderitaan seorang konselor yang di dalam kehendak Allah menderita sebagai Saksi Kristus ini menghadirkan serta menghidupkan kembali kesengsaraan Kristus yang menyembuhkan itu (v. 6). Dapat kita simpulkan bahwa peran konselor Kristen diangkat ke level yang lebih tinggi sebagai sarana di mana Kristus dan kuasa-Nya hadir untuk menjamah objek kasih-Nya.

Paulus sebagai Konselor-Saksi Kristus

 Ketika surat 2 Korintus ditulis, jemaat Korintus yang Paulus dirikan ini sedang berada di dalam ancaman krisis disintegrasi atau porak-peranda. Pasalnya ada infiltrasi pengajaran guru-guru palsu yang membuat jemaat Korintus terobsesi akan hal-hal lahiriah dan impresif sehingga mereka tidak lagi mau mendengarkan pengajaran Paulus tentang Kristus dan hal-hal rohani lainnya yang real namun tidak impresif. Mereka melancarkan kritik-kritik tajam dan pedas kepada Paulus, dan menganggapnya gila. Padahal moralitas di dalam gereja sangat bobrok karena dosa dan kejahatan dibiarkan merajalela, dan gereja tak ubahnya bagaikan sarang penyamun karena bau aroma permusuhan antar jemaat mendominasi suasana gereja. Di tengah-tengah situasi seperti inilah Paulus sebagai konselor-saksi-Nya memberikan konselingnya, bukan hanya dari perkataannya, melainkan dari seluruh penderitaan yang ia alami. Namun, karena ia menderita di dalam kehendak Allah sebagai saksi-Nya, penderitaan ini membawa penghiburan sejati dari Kristus untuk memulihkan jemaat di Korintus dari luka-lukanya, kenajisannya, serta ketidaksetiaannya. Pada gilirannya, jemaat yang telah dihiburkan oleh Kristus sendiri inilah yang akan bangkit untuk menghibur mereka yang ingin Allah hibur. Manakah yang kita pilih, menjadi konselor dunia pada umumnya, ataukah Konselor-Saksi Kristus yang melalui penderitaan yang kita alami menghadirkan penghiburan dari Kristus yang menyelamatkan dan menyembuhkan? ** IT