Bagikan artikel ini :

Macam-Macam Pemberian dalam Alkitab

Memberi dan menerima adalah dua hal yang tidak dapat terlepas di dalam kehidupan. Hal ini nyata dari sejak awal kehidupan manusia, orang tua harus memberi perhatian dan asupan kepada bayi agar ia dapat bertumbuh, demikian juga bayi harus menerima pemberian orang tua agar dapat bertahan hidup. Hal memberi dan menerima juga tidak terlepas dalam kesaksian hidup orang Kristen, terutama dalam hal memberi. Tuhan Yesus pernah mengatakan “lebih baik memberi daripada menerima” (Kis. 20:35).

Prinsip pemberian kita seharusnya didasarkan pada karakter Allah yang murah hati. Manusia yang dicipta sebagai gambar dan rupa Allah sudah seharusnya merefleksikan karakter Allah yang murah hati. Manusia yang menghidupi naturnya sebagai gambar dan rupa Allah dengan menunjukkan sikap murah hati akan menemukan makna serta sukacita dalam kehidupannya. Namun, dosa yang mendistorsi gambar dan rupa Allah tersebut membuat manusia mengejar kepentingannya sendiri.

Beberapa macam pemberian yang dijabarkan akan melihat pemberian yang “baik” dan yang “buruk.” Hal yang menjadi pembeda adalah alasan dasar pemberian mereka, apakah sejalan dengan natur Allah yang murah hati atau muncul dari keegoisan manusia. Sikap memberi jika dilakukan dengan hati yang tulus dan ingin memuliakan Tuhan memang mendatangkan berkat, namun ada juga orang-orang yang menyalahgunakan “pemberiannya” sehingga mendatangkan kutuk. Mari kita melihat dan belajar macam-macam pemberian yang dicatat di dalam Alkitab.

Pemberian sebagai Pembaktian

Pemberian kepada orang dapat menjadi tanda pembaktian diri, terutama kepada pribadi yang lebih besar atau berkuasa dari pada kita. Harta adalah sesuatu yang berharga bagi manusia, sehingga tindakan memberikan sebagiannya kepada seseorang yang lebih berkuasa, menunjukkan sikap menghormati/tunduk kepada orang tersebut.

Banyak contoh dapat kita temukan di dalam Alkitab, antara lain Abraham yang memberikan sepersepuluh dari hasil jarahannya kepada Melkizedek, raja Salem, setelah ia menang melawan raja-raja yang menawan Lot (Kej. 14:17-20). Bangsa Israel pun juga menunjukkan penaklukan diri mereka kepada Tuhan yang membebaskan mereka dari perbudakan Mesir dengan memberikan persembahan-persembahan, seperti yang dijelaskan dalam kitab Keluaran dan Imamat.

Pemberian dari Kekurangan

Pemberian yang berasal dari orang yang kekurangan secara finansial mendapat penilaian yang istimewa dari Tuhan karena menunjukkan kasih dan kepercayaan mereka kepada Tuhan. Jika tidak ada kasih dalam hati, maka kondisi kekurangan secara finansial menjadi alasan kuat untuk tidak memberi, baik kepada Tuhan atau sesama. Jika tidak ada kepercayaan kepada Tuhan yang memelihara, maka rasa takut akan menghambat hati untuk memberi.

Pemberian yang dari orang yang kekurangan secara finansial akan mendatangkan berkat bagi orang yang memberi dan terlebih yang menerima. Lihat saja kisah janda miskin yang dipuji oleh

Tuhan Yesus (Mrk. 12:41-44) dan juga Dorkas (Kis. 9:36-43) yang memberi dari kekurangannya. Banyak orang justru mendapat berkat dari teladan hidup mereka yang memberi dari kekurangannya.

Pemberian dengan Setengah Hati

Pemberian yang setengah hati adalah sesuatu yang Tuhan tidak suka karena hal ini merefleksikan hati mereka yang tidak tulus dalam memberi. Pemberian yang demikian juga rentan memberikan pemberian yang “seadanya”.

Contoh paling jelas terdapat dari kasus Kain dan Habel. Mereka berdua sama-sama memberikan persembahan kepada Tuhan tetapi hanya persembahan Habel yang diterima oleh Tuhan. Persembahan Habel yang diterima oleh Tuhan karena ia mempersembahkan yang terbaik dari hartanya, yaitu anak sulung dombanya dan bagian terbaiknya yaitu lemak-lemaknya (Kej. 4:4). Hal itu begitu kontras dengan Kain yang hanya memberikan yang seadanya, sehingga disebut Habel mempersembahkan “korban yang lebih baik dari Kain” (Ibr. 11:4).

Pemberian untuk Kepentingan Diri Sendiri

Jenis pemberian yang paling terkorupsi dengan dosa adalah pemberian untuk kepentingan diri sendiri. Motivasi memberi yang seharusnya didasari oleh karakter Allah diganti dengan keuntungan pribadi. Pusat kehidupan yang harusnya Allah diubah menjadi diri sendiri. Pemberian yang demikian justru akan mendatangkan kutuk dalam hidup orang.

Lihat saja contoh dari kisah Ananias dan Safira yang berusaha menggunakan pemberiannya kepada Tuhan sebagai alat untuk meninggikan diri, Tuhan menghukum mereka dengan keras karena mereka juga berdosa dalam melakukan hal itu (lih. Kis. 5:1-11). Demikian juga dengan Simon sang penyihir yang berusaha membeli anugerah Roh Kudus dengan memberi Petrus sejumlah uang. Jika ia tidak bertobat setelah memberikan penawaran tersebut, tentu kutuk akan turun dalam hidupnya (lih. Kis. 8:16-24).

Aplikasi

Pemberian dapat menjadi “baik” atau “buruk” dikarenakan motivasi yang mendasari pemberian tersebut. Jika pemberian kita ingin baik maka kita harus memiliki kekudusan dalam hati, bahwa pemberian tersebut bukan untuk kepentingan sendiri melainkan untuk kemuliaan nama Tuhan. Pemberian yang demikian memang terlihat rumit, karena efek dosa sudah merusak tatanan kehidupan yang Tuhan berikan sampai sejauh itu. Ingatlah bahwa sebelum kita dapat melakukan semua ini, Tuhan sudah memberikan yang terbaik dengan mengutus Anak-Nya yang tunggal agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16).

Orang Kristen yang sudah menerima pemberian yang luar biasa dari Tuhan memiliki tugas untuk juga merefleksikan pemberian tersebut dalam hidup. Keselamatan dari Tuhan bukanlah tiket untuk berlaku seenaknya, melainkan kebebasan untuk menghidupi kehendak Allah melalui pekerjaan baik dalam hidup (Ef. 2:10). Demikian juga kerinduan Tuhan Yesus agar terang kita juga dapat nyata dalam pemberian dan membuat orang memuliakan Bapa di Sorga (Mat. 5:16).[JP]