Bagikan artikel ini :

Mengikuti Bintang (Trailing the Star)

Kitab Matius 2:1-12 mencatat tentang orang-orang Majus (ahli perbintangan) dari Timur yang berjalan jauh demi mengikuti bintang yang ternyata berada di tempat Yesus dilahirkan di kota Betlehem. Di kota itu mereka berjumpa bayi Yesus yang sedang bersama Maria, ibu-Nya. Mereka lalu sujud menyembah Dia dan mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur.

Sebelumnya, ketika masih sedang mencari, orang-orang Majus itu tiba di Yerusalem. Di situ mereka bertanya kepada Raja Herodes tentang kelahiran Raja Yahudi. Herodes terkejut dan bingung, lalu meminta para ahli Taurat untuk memberikan informasi tentang tempat kelahiran Mesias. Para ahli Taurat menyatakan bahwa Nabi Mikha (Mi. 5:2) telah menubuatkan bahwa Mesias akan lahir di Bethlehem.

Herodes kemudian menyuruh para Majus pergi ke Bethlehem dan memberitahukan kepadanya jika mereka menemukan bayi itu. Namun setelah bertemu sang bayi, para Majus diperingatkan melalui mimpi untuk tidak kembali kepada Herodes, karena niat jahatnya. Mereka kemudian pulang ke negeri asal mereka melalui jalan yang berbeda untuk menghindari Herodes.

Beberapa tradisi Kristen merayakan momen perjumpaan orang-orang Majus dengan bayi Yesus tersebut melalui hari raya Epifani yang berasal dari istilah bahasa Yunani “ephphaneia” yang berarti manifestasi, pernyataan atau penampakan. Disebut demikian karena hari itu orang-orang Kristen memperingati penampakan Yesus Kristus kepada segala bangsa di bumi yang diwakili oleh orang-orang Majus.

Epifani diperingati 12 hari setelah Natal yaitu tanggal 6 Januari (atau tanggal 19 Januari oleh tradisi Kristen Ortodoks). Umumnya, simbol yang digunakan dalam perayaan Epifani adalah bintang yang telah membawa para Majus untuk berjumpa dengan Sang Juruselamat dunia.

Di negara-negara berbahasa Spanyol, terdapat tradisi dimana anak-anak menerima hadiah dari “tiga raja” pada hari Epifani. Pada momen tersebut, anak-anak menaruh sepatu mereka yang telah diisi dengan jerami di luar pintu rumah. Keesokan harinya, mereka akan menemukan sepatu tersebut telah diisi oleh hadiah yang alkisah berasal dari tiga raja yang melewati rumah mereka (dan bukannya dari Santa Claus). Jerami yang tadinya berada di dalam sepatu ‘disantap habis’ oleh hewan yang membawa ketiga raja tersebut.

Walaupun tidak semua tradisi Protestan merayakan Epifani secara khusus, namun makna dari perayaan ini merupakan sesuatu yang dapat diingat oleh tradisi manapun. Pertama: Tuhan tidak melupakan umat-Nya. Mesias telah tiba! Kedua: Keselamatan dan janji-janji Allah tidak hanya berlaku bagi orang Yahudi, tapi juga bagi seluruh bangsa di dunia. Ketiga: Kristus datang sebagai terang dunia untuk menyatakan Allah yang berinkarnasi sebagai manusia sehingga Ia dapat dikenal oleh manusia. Keempat: Dia datang sebagai Immanuel, Allah yang selalu hadir bersama kita dan untuk kita.

Di penghujung tahun 2023, momen kedatangan orang-orang Majus di Betlehem ini menjadi pengingat tersendiri bagi orang-orang Kristen untuk berdoa bagi rakyat Israel maupun Palestina yang kini sedang menderita di tengah kancah peperangan. Selain itu, kita juga dapat mendoakan orang-orang Kristen yang tinggal di Betlehem dan sekitarnya. Di tengah bergejolaknya perang Israel dan Hamas – sejak penyerangan oleh Hamas ke pemukiman warga Israel pada tanggal 7 Oktober 2023, kota Betlehem yang sebetulnya berada di wilayah Tepi Barat yang dipimpin oleh Otoritas Nasional Palestina (dan bukan di bawah pemerintahan Hamas), turut terkena imbasnya.

Pada Desember tahun lalu (2022), pasca pandemi Covid-19, kota Betlehem dikunjungi oleh sekitar 150 ribu turis dari seluruh dunia. Para turis peziarah ini ingin merayakan kelahiran Yesus di tempat dimana peristiwa ini pertama terjadi. Meskipun didatangi oleh ratusan ribu orang Kristen dari seluruh penjuru dunia, pada tahun 2022 hanya terdapat sekitar 3.000 orang Kristen di Betlehem dan sekitarnya. Padahal pada tahun 1950, sekitar 85% populasi Betlehem dan desa-desa sekelilingnya adalah penduduk Kristen. Menurut laporan media massa, penurunan populasi orang Kristen di Palestina disebabkan oleh sulitnya mencari penghidupan. Karena itu banyak penduduk Palestina Kristen yang bermigrasi ke luar negeri, ujar seorang suster Katolik yang bekerja di sebuah rumah sakit bayi di wilayah Tepi Barat.

Para pemimpin Kristen yang berasal dari berbagai denominasi di wilayah Israel maupun Palestina sepakat untuk tidak mengadakan perayaan Natal di kota Betlehem pada tahun 2023 ini. Di tengah terjadinya perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, baik penduduk Israel maupun Palestina (khususnya yang berada di Jalur Gaza) berada dalam keadaan yang sangat sulit. Banyak terdapat jerit tangis duka ketika anggota keluarga atau sahabat-sahabat mereka hilang atau tewas. Marilah kita berdoa memohon agar terjadi perdamaian di Israel maupun Palestina; dan supaya kehadiran Allah Immanuel itu nyata di tengah rakyat Israel maupun Palestina pada masa-masa ini. [GE]