Bagikan artikel ini :

Dalam Ratapan, Tetaplah Beriman

Ayub 30

Tetapi, ketika aku mengharapkan yang baik, maka kejahatanlah yang datang; ketika aku menantikan terang, maka kegelapanlah yang datang.
- Ayub 30:26

Ayub memulai ratapannya dengan kata-kata “Tetapi sekarang…” Ia membandingkan keadaan dirinya dulu dengan sekarang. Di dalam penderitaan, Ayub merasa dirinya ditolak manusia, sekaligus Allah. Orang-orang yang biasanya mendekat kepadanya saat berjaya, sekarang malah berbalik menghina saat tidak berdaya.

Ayub merasa bukankah wajar seseorang mengulurkan tangan membantu orang yang rebah karena kecelakaan? (ay. 24) Ayub juga melakukannya di dalam hidupnya. Namun, ia melihat Tuhan tidak seperti itu di dalam penderitaannya. Seolah-olah Ayub mau mengatakan, “Manusia saja kalau mampu akan menolong mereka yang menderita, masakan Tuhan tidak melakukannya?” Itu juga yang sering terbersit di benak kita saat menderita, sepertinya Tuhan tampak jahat.

Kebaikan Allah sesungguhnya jauh melampaui kebaikan manusia. Ada begitu banyak bagian firman Tuhan yang menyatakannya (beberapa di antaranya Mzm. 100:5; 145:9; Rat. 3:25). Namun, mengapa orang terkadang mempertanyakan kebaikan-Nya saat dalam penderitaan? Karena melihat Tuhan dari satu sisi saja, yaitu kebaikan-Nya dan disamakan dengan kebaikan manusia yang terbatas. Tuhan memang baik adanya, tetapi bukankah Dia pun Allah yang berdaulat. Allah yang memiliki rancangan yang sempurna, yang hikmat-Nya tak terselami, yang penyertaan-Nya tak pernah hilang, yang selalu menepati janji-janji-Nya.
Dia mengasihi kita lebih dari yang bisa kita bayangkan.

Segala penderitaan yang kita alami bukan berarti Tuhan Yesus tidak menyertai. Dia tidak pernah meninggalkan kita. Allah tetap mengasihi Ayub, saya dan Anda. Seperti lirik lagu Allah Peduli yang berbunyi: Banyak perkara yang tak dapat kumengerti. Mengapakah harus terjadi di dalam kehidupan ini. Sadarilah, inilah kenyataan hidup. Banyak hal yang tidak dapat kita mengerti. Saat menderita sakit terminal, saat kehilangan orang yang dikasihi, saat mengalami kesulitan-kesulitan hidup lainnya. Namun, sekalipun banyak hal tidak dapat dimengerti, biarlah dengan iman kita bernyanyi:

Allah mengerti, Allah peduli.
Segala persoalan yang kita hadapi.
Tak akan pernah dibiarkannya.
Kubergumul sendiri, s’bab Allah mengerti.


Refleksi Diri:

  • Mengapa Tuhan layak dijadikan sandaran satu-satunya di dalam pergumulan yang Anda hadapi?
  • Apakah Anda mau tetap percaya Yesus yang memegang kendali hidup, meski Anda tidak mengerti situasi yang dialami?