Bagikan artikel ini :

Kesia-Siaan Kekayaan

Pengkhotbah 5:7-19

Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Itu pun sia-sia.
- Pengkhotbah 5:9

Banyak orang berusaha mencari uang atau kekayaan serta menjadikannya sebagai sumber kepuasan dan tujuan hidup. Apakah kekayaan bisa menjamin kepuasan dan kebahagiaan hidup manusia? Blaise Pascal (1662), fisikawan Perancis, mengatakan, “Ada ruang kosong dalam diri manusia yang tidak dapat diisi oleh hal-hal materi, tetapi hanya oleh hal yang ilahi.” Tak heran kita pernah mendengar artis terkenal yang memiliki banyak uang dan popularitas justru hidup tidak bahagia dan mati mengenaskan akibat overdosis narkoba. Ini akibat kekosongan hati yang tidak pernah dapat dipuaskan oleh uang.

Mencari dan memiliki banyak kekayaan tidaklah salah, asal diperoleh dari hasil kerja yang benar dan tidak melanggar hukum. Namun, mencari uang menjadi salah jika sebagai orang percaya, kita menjadikan uang sebagai tuan dan idola kita. Raja Salomo sudah tua ketika menulis kitab Pengkhotbah. Ia telah menikmati semua kekayaan dan kemuliaan dunia. Salomo secara jujur mengakui bahwa ternyata kekayaan tidak dapat memuaskan hatinya. Ia mengawali dan mengakhiri kitabnya dengan seruan “kesia-siaan belaka, … segala sesuatu adalah sia-sia” (Pkh. 1:2; 12:8). Kata “sia-sia” diulang sebanyak tiga puluh kali. Frasa “kesiasiaan” (Ibrani, hebel) berarti meaningless atau tanpa makna. Menurutnya, kekayaan bagaikan hembusan napas.

Apakah Salomo memandang terlalu sinis terhadap orang-orang kaya? Atau apakah ia senang mengkritik karena iri hati kepada mereka? Tentu saja tidak! Salomo adalah raja Israel yang memiliki kekuasaan, kehormatan, hikmat dan kekayaan melimpah. Lalu, mengapa Salomo menganggap kekayaan itu sia-sia? Pertama, karena kekayaan tidak bisa dinikmati orang yang tamak dan tidak pernah puas hatinya (Pkh. 5:9-10). Kedua, kekayaan justru bisa mendatangkan kemalangan bagi pemiliknya jika tidak kegunakan dengan bijaksana (Pkh. 5:12-16). Ketiga, kekayaan hanya dapat dinikmati orang jika Tuhan mengizinkannya (Pkh.
5:17-6:2).

Marilah berkomitmen mengasihi Tuhan melebihi kekayaan kita karena kekayaan tidak dapat mendatangkan kepuasan sejati (ay. 10). Hanya Tuhan satu-satunya yang dapat memuaskan dahaga jiwa kita. Dialah satu-satunya sumber damai sejahtera (Yoh. 14:27). Ingatlah, uang bisa menjadi berhala, tetapi sebaliknya bisa juga menjadi hamba atau sarana untuk melayani Tuhan. Manfaatkan uang untuk kemuliaan Tuhan.


Refleksi Diri:

  • Bagaimana sikap Anda terhadap uang dan kekayaan? Apakah Anda puas dengan penghasilan dan uang Anda sekarang?
  • Bagaimana cara Anda memanfaatkan kekayaan selama ini? Apakah untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan menolong sesama?